Standar pertimbangan hakim dalam menetapkan nafkah Hadhanah pasca perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Malang

ABSTRAK

Putusan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang yang ditemukan oleh penulis memiliki isi putusan yang terkesan memiliki perbedaan mengenai penetapan nominal Nafkah Hadhanah pada perkara Perceraian. Hal ini yang menjadikan penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam standar atau tolak ukur yang digunakan oleh hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam menetapkan Nafkah Hadhanah pasca perceraian. Penelitian ini bertujuan untuk membahas standar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam menetapkan Nafkah Hadhanah pasca perceraian, serta menganalisis standar hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam menetapkan Nafkah Hadhanah berdasarkan tinjauan dari peraturan perundang undangan di Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pendekatan kualitatif. Sumber data terdiri dari sumber data primer melalui wawancara dengan informan yang dipilih dengan metode snowball, dan data sekunder yang diperoleh dari karya ilmiah, buku, jurnal, serta putusan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, terdapat tiga standar atau tolak ukur pertimbangan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam menetapkan Nafkah Hadhanah pasca perceraian yaitu, kemampuan suami, keadaan anak, dan wilayah tempat tinggal. Kedua, ketiga standar tersebut selaras dan tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Intruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang undang Perlindungan Anak, Undang undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, serta Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Adapaun standar yang digunakan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang berasal dari beberapa isi peraturan perundangundangan tersebut yang kemudian diterapkan dalam musyawarah majelis hakim saat menangani perkara perceraian dan digunakan dalam menetapkan Nafkah Hadhanah pasca perceraian.

ABSTRACT

The verdicts of the judges of the Malang Regency Religious Court found by the author have a content that seems to have differences regarding the determination of the nominal amount of Hadhanah Maintenance in divorce cases. This is what makes the author feel interested in examining more deeply the standards or benchmarks used by the judges of the Malang Regency Religious Court in determining Hadhanah Maintenance after a divorce. This study aims to discuss the consideration standards of the judges of the Malang Regency Religious Court in determining Hadhanah Maintenance after a divorce, as well as analyze the standards of the judges of the Malang Regency Religious Court in determining Hadhanah Maintenance based on a review of laws and regulations in Indonesia.

This research is an empirical study with a qualitative approach. Data sources consist of primary data through interviews with informants selected using the snowball method, and secondary data obtained from scientific papers, books, journals, and decisions of judges at the Malang Regency Religious Court.

The results of the study indicate that first, there are three standards or benchmarks for consideration by judges at the Malang Regency Religious Court in determining post-divorce maintenance, namely, the husband's ability, the child's condition, and the area of residence. Second, these three standards are in line with and do not conflict with Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, Presidential Instruction of the Republic of Indonesia Number 1 of 1991 concerning the Compilation of Islamic Law (KHI), Law Number 35 of 2014 concerning Amendments to the Child Protection Law, Law Number 13 of 2003 concerning Manpower, Government Regulation in Lieu of Law (PERPPU) Number 2 of 2022 concerning Job Creation, and the Supreme Court Circular Letter (SEMA). The standards used by judges at the Malang Regency Religious Court are derived from several contents of these laws and regulations which are then applied in the deliberations of the panel of judges when handling divorce cases and are used in determining post-divorce maintenance.

مستخلص البحث

قرار قضاة محكمة مالانغ ريجنسي الدينية تتضمن مضمونًا يبدو مختلفًا فيما يتعلق بتحديد نفقة الهاضنة في قضايا الطلاق. دفع هذا الباحث إلى دراسة أعمق للمعايير أو المقاييس التي يستخدمها قضاة محكمة مالانغ ريجنسي الدينية لتحديد نفقة الهاضنة بعد الطلاق. تهدف هذه الدراسة إلى مناقشة المعايير التي يستخدمها قضاة محكمة مالانغ ريجنسي الدينية لتحديد نفقة الهاضنة بعد الطلاق، وتحليلها استنادًا إلى مراجعة القوانين واللوائح الإندونيسية.

هذا البحث دراسة تجريبية باستحدام منهج نوعي. تتكون مصادر البيانات من بيانات أولية من خلال مقابلات مع القضاة تم اختيارهم باستخدام أسلوب "السنوبول"، وبيانات ثانوية تم الحصول عليها من الأوراق العلمية والكتب والمجلات وقرارات قضاة محكمة مالانغ ريجنسي الدينية.

تشير النتائج إلى أن قضاة محكمة مالانغ ريجنسي الدينية يعتمدون ثلاثة معايير أو مقاييس لتحديد نفقة ما بعد الطلاق: قدرة الزوج، وظروف الأطفال، ومنطقة الإقامة. ثانيًا، تتوافق هذه المعايير الثلاثة مع القوانين واللوائح الإندونيسية ولا تتعارض معها. في الواقع، هذه المعايير مستمدة من وجهات نظر القضاة في التعامل المتكرر مع قضايا الطلاق، وهي مستمدة من العديد من القوانين واللوائح الإندونيس.