Hubungan religiusitas dengan psychological well-being pada remaja di LKSA Payamuba (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Panti Asuhan Yatim Piatu Cabang Babadan)

INDONESIA

Psychological well-being merupakan konsep yang menjelaskan kondisi optimal individu secara psikologis, yang tidak hanya ditandai oleh ketiadaan gangguan mental, tetapi juga oleh keberfungsian positif dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dengan psychological well-being yang baik mampu menerima dan memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain, menjalin hubungan interpersonal yang sehat, mengambil keputusan secara mandiri, serta mampu mengatur lingkungannya sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, mereka memiliki tujuan hidup yang jelas dan mampu menjadikan hidup lebih bermakna melalui upaya mengembangkan potensi diri.

Dalam konteks panti asuhan yang menerapkan pola pengasuhan seperti pondok pesantren, salah satu faktor penting yang diharapkan dapat memengaruhi kondisi psychological well-being adalah pembiasaan religiusitas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat psychological well-being, (2) mengetahui tingkat religiusitas, dan (3) menganalisis hubungan antara religiusitas dengan psychological well-being pada remaja panti asuhan, ditinjau pula dari tahap perkembangan dan perspektif Islam.

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Panti Asuhan Yatim Piatu di Kabupaten Ponorogo, dengan jumlah sampel sebanyak 58 anak usia remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif kuantitatif korelasional dengan teknik pengambilan sampel secara sensus. Pengumpulan data dilakukan melalui pra-wawancara dilanjutkan dengan survei yang disebarkan secara offline dengan dua instrumen skala, yaitu skala religiusitas yang disusun berdasarkan teori Glock, dan skala psychological well-being yang merujuk pada teori Ryff.

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa religiusitas memiliki hubungan yang signifikan terhadap psychological well-being remaja. Hal ini dibuktikan melalui uji korelasi Pearson Product Moment yang menunjukkan nilai koefisien sebesar 0,843 dengan tingkat signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan sangat kuat antara tingkat religiusitas dan kesejahteraan psikologis remaja. Dari tahap perkembangan, religiusitas membantu remaja dalam membentuk identitas diri, mengelola emosi, serta menemukan makna hidup yang sejalan dengan kebutuhan tahap perkembangannya. Dalam perspektif Islam, religiusitas menjadi dasar terbentuknya kesejahteraan psikologis yang utuh yang diperoleh melalui kedekatan kepada Allah. Temuan wawancara juga menegaskan pentingnya pendekatan religius dalam mendukung kesehatan mental remaja, serta perlunya integrasi program keagamaan dalam sistem pengasuhan berbasis pesantren seperti yang diterapkan di LKSA Payamuba.

ENGLISH

Psychological well-being is a concept that explains an individual’s optimal psychological condition, characterized not merely by the absence of mental disorders but also by the presence of positive functioning across various aspects of life. Individuals with good psychological well-being are able to accept themselves and others, maintain healthy interpersonal relationships, make autonomous decisions, and regulate their environment according to their needs. Additionally, they possess clear life goals and are capable of finding meaning in life through efforts to develop their personal potential.

In the context of orphanages that implement a boarding school–style caregiving system (pesantren), one important factor expected to influence psychological well-being is the habituation of religiosity. Therefore, this study aims to: (1) determine the level of psychological well-being, (2) determine the level of religiosity, and (3) analyze the relationship between religiosity and psychological well-being among adolescents in orphanages, viewed from both the developmental stage and the Islamic perspective.

The subjects of this study were adolescents living in a Social Welfare Institution for Children (LKSA) at an orphanage in Ponorogo Regency, with a total sample of 58 adolescent participants. This study employed a quantitative descriptive correlational approach using a census sampling technique. Data were collected through pre-interviews and an offline survey using two scale instruments: a religiosity scale based on Glock’s theory, and a psychological well-being scale referring to Ryff’s model.

Based on data analysis, it was found that religiosity had a significant relationship with the psychological well-being of adolescents. This was evidenced by the Pearson Product Moment correlation test, which showed a coefficient value of 0.843 with a significance level of 0.000 (p < 0.05). These results indicate a strong and positive relationship between the level of religiosity and adolescents’ psychological well-being. From a developmental perspective, religiosity assists adolescents in forming their identity, managing emotions, and finding life meaning aligned with their developmental needs. From an Islamic viewpoint, religiosity serves as the foundation for holistic psychological well-being, which is attained through closeness to Allah. Interview findings also emphasized the importance of a religious approach in supporting adolescents’ mental health, as well as the need for integrating religious programs into pesantren-based caregiving systems, as implemented in LKSA Payamuba.

ARABIC

يُعَدّ الرفاه النفسي حالة من الصحة العقلية يكون فيها الفرد قادرًا على تقبّل نفسه وامتلاك موقف إيجابي تجاه ذاته وتجاه الآخرين، كما يكون قادرًا على إقامة علاقات إيجابية مع من حوله، واتخاذ قراراته بشكل مستقل، وتنظيم بيئته بما يتوافق مع احتياجاته الخاصة، بالإضافة إلى امتلاكه هدفًا واضحًا في الحياة، مما يُسهم في إضفاء معنى أعمق على حياته من خلال سعيه المستمر لتطوير إمكاناته الذاتية. وبالنظر إلى أن دار الأيتام تتبع نمطًا يشبه نظام المدارس الدينية أو "المدرسة الداخلية الإسلامية"، فإن أحد العوامل التي تؤثر في الرفاه النفسي في مؤسسة LKSA Payamuba

تهدف هذه الدراسة إلى: ١) معرفة مستوى الرفاه النفسي، ٢) معرفة مستوى التدين، ٣) معرفة العلاقة بين التدين والرفاه النفسي لدى المراهقين في دار الأيتام. إنّ عينة هذه الدراسة تتكون من ٥٨ مراهقًا من دار الأيتام LKSA فرع بابادان. وقد استخدمت هذه الدراسة المنهج الكمي مع تقنية أخذ العينات بطريقة التعداد الشامل. وتم جمع البيانات باستخدام مقياسين: مقياس التدين المستند إلى نظرية غلوك، ومقياس الرفاه النفسي المستند إلى نظرية ريف

استنادًا إلى التحليل الذي تم إجراؤه، أظهرت النتائج أن هناك علاقة ذات دلالة إحصائية بين التدين والرفاه النفسي لدى المراهقين. وقد تم إثبات ذلك من خلال اختبار ارتباط بيرسون، الذي أظهر معامل ارتباط بلغ ‎٠٫٨٤٣‎ بقيمة دلالة بلغت ‎٠٫٠٠٠‎ (‎p < ‎٠٫٠٥‎)، مما يشير إلى وجود علاقة إيجابية وقوية جدًا بين التدين والرفاه النفسي. وتدل هذه النتيجة على أنه كلما ارتفع مستوى التدين لدى المراهقين، ارتفع مستوى رفاههم النفسي. وتؤكد هذه النتائج على أهمية النهج الروحي في دعم الصحة النفسية للمراهقين، وكذلك على ضرورة دمج البرامج الدينية في أساليب