Ahmad, Rofiuzzaman (2012) Diskresi hakim dalam memutuskan perkara dispensasi nikah: Study kasus di Pengadilan Agama Lamongan. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
05210049.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (1MB) | Preview |
Abstract
INDONESIA :
Salah satu syarat untuk mewujudkan tujuan pernikahan adalah bahwa para pihak yang akan melakukan pernikahan telah masak jiwa raganya. Oleh karena itu di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditentukan batas umur minimal untuk melangsungkan pernikahan. Ketentuan mengenai batas umur minimal tersebut terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa “Pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun”. Dalam pasal 15 Kompilasi Hukum Islam juga menyebutkan bahwa tidak lagi di dasarkan pada ukuran syari’at yang mengambang yakni pada ukuran ‘akil baligh, tapi definitif secara positif ditentukan patokan umur yakni umur wanita 16 dan pria 19. Dari adanya batasan usia ini dapat ditafsirkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak menghendaki pelaksanaan pernikahan di bawah umur. Meskipun demikian dalam hal pernikahan di bawah umur, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 masih memberikan kemungkinan adanya penyimpangan. Hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu dengan adanya dispensasi dari Pengadilan bagi yang belum mencapai batas umur minimal tersebut.
Diskresi hukum diartikan sebagai kemerdekaan dan otoritas seseorang/institusi untuk secara bijaksana dan penuh pertimbangan dalam menetapkan pilihan untuk melakukan tindakan yang tepat. Istilah diskresi (discretionair) memiliki makna menurut kebijaksanaan dan sebagai kata sifat, berarti menurut wewenang atau kekuasaan yang tidak atau tidak seluruhnya terikat pada Undang-Undang yang berlaku. Obyek studi dalam penelitian ini adalah mengenai diskresi (kebijaksanaan) Hakim dalam memutuskan perkara dispensasi nikah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Apa landasan hukum bagi hakim dalam melakukan diskresi di Pengadilan Agama Lamongan serta untuk mengetahui Bagaimana penerapan Hukum diskresi Hakim dalam memutuskan perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Lamongan. Metode penelitian yang digunakan yaitu hukum empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis. Sumber data meliputi: data primer yang diperoleh dari wawancara langsung dengan hakim Pengdilan Agama Lamongan dan data skunder diperoleh dari statistik putusan, salinan putusan dan lain sebagainya yang mendukung operasionalisasi hasil penelitian. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.
Dasar hukum diskresi adalah Pasal 24 UUD 1945, Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004 dan Pasal 132 HIR jo. Pasal 148 R.Bg. Adapun diskresi hakim dalam penetapan dispensasi nikah dapat dilihat dari proses analisis hakim dalam memahami dan menafsirkan pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam. Karena kedua peraturan perundangundangan tersebut tidak menjelaskan secara rinci alasan seseorang yang belum mencapai batas usia minimum diberi dispensasi untuk melakukan pernikahan. Di samping itu, hakim melakukan pemilahan fakta-fakta yang diajukan, sehingga dapat dipilih fakta yang relevan dan benar-benarmenjadi alasan hukum yang tepat bagi keputusan pemohon dispensasi nikah. Dengan melakukan penafsiran peraturan perundang-undangan dan pemilahan serta pemilihan fakta inilah seorang hakim dapat membuat keputusan yang bijaksana, yaitu keputusan yang memenuhi unsur keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum bagi pemohon dispensasi nikah.
ENGLISH :
One of the conditions to realize the purpose of marriage is that the parties who will perform the marriage has been cooking soul of his body. Therefore, in the Law No. 1 of 1974 specified a minimum age limit for a wedding. The provisions concerning the minimum age limit contained in Article 7 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 which states that "Marriage is only allowed if the man has reached the age of 19 years and the woman has reached the age of 16 years". In chapter 15 Compilation of Islamic Law also states that no longer based on the size of the Shari'ah are floating on the size of the 'passage baligh, but the definitive benchmark age positively determined that women age 16 and men 19. From the age limit can be interpreted that Law No. 1 of 1974 does not require the implementation of child marriages. Nevertheless in terms of child marriages, Law No. 1 of 1974 still provides the possibility of irregularities. It is stipulated in Article 7 paragraph (2) of Law No. 1 of 1974, by the dispensation of the Court for that has not reached the minimum age limit.
Legal discretion is defined as the independence and authority of the person / institution to be wise and full consideration in setting the option to perform the appropriate action. The term discretion (discretionair) has the meaning of discretion and as an adjective, means according to the authority or power that are not or are not entirely bound by the applicable law. Object of study in this research is on the discretion (discretion) Judge to decide case of marriage dispensations. The purpose of this study to find out what the legal basis for the judge's discretion in conducting at the Religious Lamongan and to find out How the application of the Law Judge's discretion in deciding the case on the Religious marriage dispensation Lamongan.The method used is an empirical law of juridical sociological approach. Data sources include: primary data obtained from direct interviews with the judges Pengdilan Religion Lamongan and secondary data obtained from statistical decision, a copy of the decision and others that support the operation of the research results. Data collection techniques obtained through interviews, observation and documentation.
Discretion is the legal basis of Article 24 UUD 1945, Article 28 of Law no. 4 of 2004 and Article 132 HIR jo. Article 148 R.Bg. The judge's discretion in determining the dispensation of marriage can be seen from the analysis of the judge in understanding and interpreting Article 7 of Law no. 1 Year 1974 jo. Article 15 of the Compilation of Islamic Law. Because the legislation does not specify in detail the reasons for a person who has not reached the minimum age are given dispensation to perform marriages. In addition, judges sorting the facts presented, can be chosen so that the relevant facts and actually be legal reasons for the decision of the applicant's right of marriage dispensations. By doing the interpretation of legislation and the sorting and selection of these facts a judge can make wise decisions, ie decisions that meet the elements of fairness, certainty and legal benefits of marriage dispensation for the applicant.
Item Type: | Thesis (Masters) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Jundiani, Jundiani | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Diskresi; Dispensasi Nikah; discretion; Marriage Dispensations | ||||||
Departement: | Sekolah Pascasarjana > Program Studi Magister al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Heni Kurnia Ningsih | ||||||
Date Deposited: | 11 Aug 2017 14:46 | ||||||
Last Modified: | 11 Aug 2017 14:46 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/7779 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |