Validitas persangkaan hakim sebagai alat bukti untuk memperkuat putusan di tinjau dari hukum positif dan Hukum Islam

ABSTRAK

Pembuktian merupakan salah satu proses dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan, karena dengan pembuktian itulah seorang hakim dapat memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa atau fakta-fakta yang diajukan benar-benar terjadi sehingga dari proses pembuktian itulah seorang hakim dapat menerapkan hukum terhadap peristiwa atau fakta yang ditetapkannya. Sistem pembuktian Pengadilan Agama mempergunakan sistem HIR dan RBg. Menurut sistem HIR dan RBg hakim terikat dengan alat-alat bukti sah yang diatur oleh Undang-undang, ini berarti bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan putusan berdasarkan alat-alat bukti yang telah diatur Undang-Undang. Menurut sistem HIR dan RBg ada lima macam alat bukti, yaitu bukti surat, bukti saksi, bukti persangkaan, bukti pengakuan dan bukti sumpah. Kalau dengan bukti surat atau saksi lazimnya dilakukan pembuktian secara langsung, maka lain dengan bukti persangkaan. Bukti persangkaan, suatu peristiwa dibuktikan secara tidak langsung artinya melalui perantaraan pembuktian peristiwa lain. Persangkaan hakim masih diperselisihkan di kalangan pakar hukum, ada yang sependapat kalau persangkaan dijadikan alat bukti dan ada yang berpendapat sebaliknya.

Meskipun masih diperselisihkan sebagai alat bukti, tetapi pada kenyataannya di Pengadilan Agama Kabupaten Malang persangkaan hakim tetap diterapkan sebagai alat bukti Penelitian ini bertujuan mengetahui penerapan persangkaan hakim sebagai alat bukti dalam perkara perceraian.

Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Kabupaten Malang, pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui proses wawancara dan dokumentasi. Analisis hasil penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu mengemukakan hasil wawancara dengan para hakim dan dianalisis memakai beberapa kesimpulan sebagai temuan dari hasil penelitian. Selain mempergunakan analisis deskriptif kualitatif, peneliti juga mempergunakan analisis komparatif, karena ada dua tinjauan yaitu di tinjau dari hukum positif dan hukum Islam.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persangkaan hakim dalam pembuktian perkara perceraian diterapkan sebagai alat bukti, ini dapat diketahui ketika hakim mempergunakan persangkaannya sebagai salah alat bukti diantara alat bukti yang lain,salah satu contoh kasusnya adalah kasus perkara no 2467 / Pdt G/ 2002/ PA Kab Malang. Hal-hal yang menyebabkan hakim tetap menerapkan persangkaannya sebagai alat bukti dalam perkara perceraian, meskipun alat bukti tersebut masih diperselisihkan yaitu 1) Sudah ditegaskan dalam pasal 163 HIR/283 RBg bahwa persangkaan merupakan salah satu dari lima macam alat bukti yang disebutkan dalam pasal tersebut 2) Persangkaan tidak hanya dipergunakan pada fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak tetapi fakta-fakta yang terjadi di persidangan juga dapat ditarik kesimpulan, artinya hakim bebas mengambil setiap fakta yang dihadapinya 3) Persangkaan dipergunakan tidak dapat berdiri sendiri, harus ada bukti lain yang mendukungnya. Sedangkan penerapan persangkaan hakim sebagai alat bukti jika ditinjau dan hukum positif terdapat dalam pasal 164 HIR/ 284 RBg, karena dalam pasal tersebut sudah jelas ditegaskan bahwa persangkaan merupakan alat bukti yang sah. Sedangkan apabila di tinjau dari hukum Islam salah satu contohnya adalah kasus Zulaikha dan Nabi Yusuf, karena dalam kasus tersebut persangkaan dipergunakan sebagai alat bukti disamping adanya alat bukti saksi.