Wijaya, Hadi (2001) Perceraian pegawai negeri sipil menurut PP. No. 10/1983 Jo. PP. No. 45/1990: Studi kasus di Pengadilan Agama Kota Malang, No. Perkara 581./Pdt. G/2000/PA. Mlg. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Text (Fulltext)
97250207.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
ABSTRAK
Pegawai Negeri Sipil adalah salah satu unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat. Karena posisinya yang sangat penting tersebut, maka diharapkan dalam bertingkah laku menjadi contoh bagi golongan masyarakat yang lain, termasuk dalam hal berkeluarga.
Konsep perkawinan dalam Hukum Perkawinan Indonesia (UU. No. 1/1974), adalah membentuk keluarga kekal bahagia berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa (pasal 1 ayat ( 1 )). Unsur agama menjadi sangat prinsip, oleh karena itu hal-hal yang mengarah pada retaknya perkawinan harus dihindari. Namun demikian agama dan undang-undang memberi tuntunan, bagaimana pemutusan hubungan perkawinan, legal menurut agama dan legal menurut hukum positif.
Agama Islam menjelaskan talak (perceraian) merupakan suatu yang halal namun sangat dibenci oleh Allah, namun jika sebuah rumah tangga sudah tidak dapat dipertahankan lagi, Islam memberi tuntunan tata cara perceraian. Sedangkan hukum positif mengakui adanya perceraian jika terdapat alasan-alasan perceraian, dan dapat dibuktikan di depan sidang pengadilan.
Bagi Pegawai Negeri Sipil disamping harus patuh terhadap UU. No. 1/1974, juga harus patuh terhadap PP. No. 10/1983 j0. PP. No. 45/1990, ketentuan khusus yang mengatur ijin perkawinan dan perceraian. Disinilah asas hukum lex specialis derogat lex generalis berlaku. Terkait dengan perceraian, maka inti dari ketiga "aturan" diatas adalah mempersulit peluang perceraian. Jika Pegawai Negeri Sipil akan melakukan perceraian, ada "syarat tambahan" yang harus dipenuhi. Jika sebagai penggugat harus ada "surat ijin" sedangkan bagi tergugat harus ada surat keterangan". Pelanggaran dari ketentuan tersebut adalah hukuman disiplin berat sesuai dengan PP. No. 30/1980, tentang disiplin pegawai negeri.
Dalam Skripsi ini, beberapa permasalahan diantaranya adalah prosedur perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, keputusan hakim menemskan persidangan tanpa ada "surat ijin" dan "surat keterangan", hak anak Pegawai Negeri Sipil pasca perceraian, dan sanksi yang dijatuhkan terhadap pelanggar PP. No. 10/1983 Jo. PP. No. 45/ 1990.
Adapun metodologi yang dipakai oleh Penulis dalam skripsi ini adalah studi pustaka dan studi lapangan. Studi Pustaka dengan mempelajari dan membandingkan ketentuan PP. No. 10/1983 jo. PP. No. 45/1990, PP. No. 30/1980 dan peraturan-peraturan pelaksananya, serta Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No/SE/08/1983, dan SEMA No. 48/1990. Studi lapangan digunakan untuk memperoleh data-data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan misalnya wawancara dengan penggugat, tergugat, beberapa saksi dalam studi kasus diatas, dan wawancara dengan panitera dan hakim di lingkungan Pengadilan Agama Kota Malang
Beberapa temuan dilapangan, terdapat beberapa kasus di Pengadilan Agama Kota Malang PNS yang melakukan perceraian tanpa surat ijin dan tanpa surat keterangan dari pejabat yang berwenang. Tergugat telah menerima sanksi sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam PP. 30/1980, sedangkan Penggugat tidak menerima sanksi apa-apa, pada instansi dimana ia bekerja. Di samping itu keputusan hakim untuk mengabulkan gugatan Penggugat untuk mengasuh kedua anaknya setelah terjadi perceraian.
Penulis juga menguraikan tentang perceraian menurut Hukum Islam, bentuk-bentuk pemutusan hubungan perkawinan di samping talak misalnya khulu', fasakh', zihar, ilaa', li'an, dan syiqaq. Disamping itu juga akan diuraikan mengenai perceraian dan mengasuh anak (hadlanah) dalam perspektif UU. No. 1/1974, KHI dan menurut PP. No. 10/1983 Jo. PP. No. 45/1990.
Penulis mencoba menganalisis beberapa permasalahan, diantaranya adalah bahwa: I) prosedur perceraian Pegawai Negeri Sipil di Pengadilan Agama Kota Malang tidak terdapat penyimpangan, 2) tindakan Hakim meneruskan persidangan tanpa surat ijin atau surat keterangan dari pejabat yang berwenang, bukan merupakan menyimpangan terhadap hukum, karena institusi kehakiman "independent" tidak dipengaruhi oleh institusi manapun, termasuk ada dan tidak adanya "surat ijin dan "surat keterangan" dari pejabat, 3) pemeliharaan anak PNS setelah terjadi perceraian yang serahkan kepada Penggugat telah sesuai dengan KHI pasal l 05 (bagian a dan b), 4) sanksi, terjadi penyimpangan hukum terhadap PP. No. 30/1980, yaitu Penggugat tidak menerima sanksi sedangkan Tergugat telah menerima sanksi yaitu diturunkan jabatannya satu tingkat lebih rendah selama satu tahun
Uraian terakhir adalah berupa kesimpulan dan saran. Beberapa kesimpulan yaitu 1) prosedur perceraian PNS disamping harus mematuhi UU No. 1/1974 juga harus mematuhi PP. No. 10/1983 Jo. PP. No. 45/1990 2). Kekausaan kehakiman tidak dipengaruhi oleh institusi manapun 3) Hak anak PNS pasca perceraian tetap dilindungi oleh negara 4) terdapat penyimpangan terhadap sanksi menurut PP. No 30/1980. Penulis juga memberi beberapa saran bagi instansi terkait atau pejabat yang berwenang, dan bagi orang tua termasuk PNS agar tetap memelihara, mendidik, dan mengasuh anak-anaknya walaupun telah terjadi perceraian.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Supervisor: | Zainuddin, Zainuddin |
Keywords: | perceraian; PNS; PP No. 10/1983 JO. PP No. 45/1990 |
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah |
Depositing User: | Nada Auliya Sarasawitri |
Date Deposited: | 30 Nov 2023 14:00 |
Last Modified: | 30 Nov 2023 14:00 |
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/58266 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |