Prasetio, Muhammad Arif Dwi (2023) Pertimbangan hakim atas permohonan dispensasi kawin anak dibawah umur yang telah dijodohkan (Khitbah): Studi Pengadilan Agama Kabupaten Kediri. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
18210149.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (2MB) | Preview |
Abstract
ABSTRAK
Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, menyatakan bahwa batas usia seseorang untuk melakukan perkawinan yaitu 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Dengan disahkan peraturan revisi terbaru tersebut diharapan dapat menekan tingginya angka perkawinan pada anak. Namun faktanya malah semakin meningkat, seperti yang terjadi di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri. Adapun faktor yang melatar belakangi permohonan dispensasi perkawinan tersebut adalah Perjodohan (Khitbah) anak pemohon yang masih dibawah umur dan pasangannya.
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris/lapangan dengan pendekatan penelitian kasus dan pendekatan undang-undang penelitian ini dilakukan di wilayah Pengadilan Agama Kabupaten Kediri. Penelitian ini berfokus pada beberapa pertimbangan hakim terhadap putusan tentang permohonan dispensasi kawin anak dibawah umur yang telah dijodohkan (Khitbah). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi seperti arsip, buku dan dokumen pribadi dll, dan wawancara terhadap para hakim di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri.
Bedasarkan hasil wawancara dengan para Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Kediri menggambarkan bahwa rata-rata perkara dispensasi perkawinan merupakan kasus yang tidak dapat ditangani oleh kedua orang tua. Salah satunya yaitu perjodohan anak dibawah umur, yang dilandasi faktor ekonomi, pendidikan, maupun teknologi.
Para Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Kediri berpendapat bahwa makna dari pengajuan dispensasi kawin dengan alasan sudah dijodohkan (Khitbah), biasanya anak pemohonan sudah melakukan tindakan pelanggaran norma kesusilaan dan melanggar syariat agama yang berlaku di masyarakat. Dalam menangani perkara dispensasi perkawinan dengan alasan perjodohan (Khitbah), para Hakim di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri melihat dari beberapa faktor seperti dari tujuan hukum itu sendiri seperti asas keadilan, kepastian, kemanfaatan. Dan hakim lebih menitikberatkan pada asas kemanfaatan yang lebih bernuansa, dengan dasar pemikiran bahwa hukum itu ada untuk manusia. Hakim juga dalam setiap pertimbangan keputusan selalu menggunakan konsep Maslahah (Metode Ijtihad dalam hukum islam bedasarkan
kemaslahatan umum).
ABSTRACT
The Marriage Law Number 16 of 2019 which is an amendment to the Marriage Law Number 1 of 1974, states that the age limit for a person to enter into a marriage is 19 years for both men and women. With the adoption of the latest revised regulation, it is hoped that it can reduce the high rate of child marriage. However, the fact is that it is increasing, as happened in the Religious Court of Kediri Regency. The factors behind the request for marriage dispensation are matchmaking (Khitbah) of the applicant's child who is still underage and his partner.
This study used empirical/field legal research with a case research approach and a statutory approach. This research was conducted in the area of the Religious Courts of Kediri Regency. This research focuses on some of the judges' considerations regarding the decision regarding the application for dispensation for arranged marriages for underage children (Khitbah). Data collection techniques in this study used documentation methods such as archives, books, personal documents, etc., and interviews with judges at the Religious Courts of Kediri Regency.
Based on the results of interviews with the Judges of the Religious Courts of Kediri Regency, it was described that on average, cases of marital dispensation were cases that could not be handled by both parents. One of them is matchmaking for underage children, which is based on economic, educational, and technological factors.
The judges of the Kediri District Religious Court argued that the meaning of submitting a marriage dispensation on the grounds that it had already been arranged (Khitbah), usually that the requested child had committed an act of violating decency norms and violating the religious law prevailing in society. In handling cases of the dispensation of marriage by reason of arranged marriage (Khitbah), the Judges at the Kediri Regency Religious Court looked at several factors such as the purpose of the law itself as the principles of justice, certainty, and expediency. And the judges put more emphasis on the principle of usefulness which is more nuanced, with the premise that law exists for humans. Judges also in every decision consideration always use the concept of Maslahah (Ijtihad Method in Islamic law based on general benefit).
مستخلص البحث
قانون الزواج رقم 16 لسنة 2019 وهو تعديل لقانون الزواج رقم 1 لسنة 1974 ، ينص على أن الحد الأدنى لسن الزواج هو 19 عامًا لكل من الرجال والنساء.مع اعتماد أحدث اللوائح المنقحة ، من المأمول أن يقلل المعدل المرتفع لزواج الأطفال. ومع ذلك ، فإن الحقيقة هي أنها تتزايد ، كما حدث في المحكمة الدينية في ولاية كديري. العوامل الكامنة وراء طلب الإعفاء من الزواج هي التوفيق بين طفل مقدم الطلب الذي لا يزال قاصرًا وشريكه.
استخدمت هذه الدراسة البحث القانوني التجريبي / الميداني مع منهج بحث الحالة ومنهج قانوني ، وقد تم إجراء هذا البحث في مجال المحاكم الدينية في كيديري ريجنسي. يركز هذا البحث على بعض اعتبارات القضاة بخصوص قرار طلب الإعفاء من الزواج المدبر للقصر (الخطبة). استخدمت تقنيات جمع البيانات في هذه الدراسة أساليب التوثيق مثل المحفوظات والكتب والوثائق الشخصية وما إلى ذلك ، والمقابلات مع القضاة في المحاكم الدينية في كيديري ريجنسي.
بناءً على نتائج المقابلات مع قضاة المحاكم الدينية في كديري ريجنسي ، تم وصف أنه في المتوسط ، كانت حالات الإعفاء من الزواج حالات لا يمكن لكلا الوالدين التعامل معها. أحدها هو التوفيق بين الأطفال دون السن القانونية ، والذي يعتمد على عوامل اقتصادية وتعليمية وتكنولوجية.
جادل قضاة محكمة منطقة كيديري الدينية بأن معنى تقديم عقد الزواج على أساس أنه قد تم تدبيره بالفعل (خطبة) ، وعادة ما يكون الطفل المطلوب قد ارتكب فعلًا ينتهك قواعد الحشمة ويخالف القانون الديني السائد في مجتمع. في معالجة قضايا الإعفاء من الزواج بسبب الزواج المرتب (الخطبة) ، نظر قضاة المحكمة الدينية في ولاية كيديري في عدة عوامل مثل الغرض من القانون نفسه مثل مبادئ العدل واليقين والنفع. وشدد القضاة بشكل أكبر على مبدأ الفائدة الأكثر دقة ، مع فرضية أن القانون موجود للبشر. يستخدم القضاة دائمًا في كل اعتبار للقرارات مفهوم المصلحة (طريقة الاجتهاد في الشريعة الإسلامية على أساس المنفعة العامة).
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Supervisor: | Jundiani, Jundiani |
Keywords: | pertimbangan hakim; dispensasi kawin; khitbah; judge consideration; marriage dispensasion; اعتبار القاضي;صرف الزواج ;خطبة |
Subjects: | 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1801 Law > 180128 Islamic Family Law > 18012821 Nikah Dini |
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah |
Depositing User: | Muhammad Arif Dwi Prasetio |
Date Deposited: | 26 Jul 2023 14:15 |
Last Modified: | 26 Jul 2023 14:15 |
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/54994 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |