Sabarudin, Sabarudin (2019) Posisi Perempuan dalam sistem Kewarisan Patrilineal Adat Lampung Saibatin perspektif Keadilan Distributif: Studi Kasus di Desa Kedondong Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
14781035.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (2MB) | Preview |
Abstract
مستخلص البحث
يستخدم الساحليون نظام الميراث الرئيسي للذكور في شكل زيجات نزيهة. ويسمى هذاالنظام بنظام الميراث الجماعي لأنه متشابه به تقريبًا أي البحث في نقل الميراث الجماعي إعادة توجيه وتحويل الحقوق على الممتلكات غير المقسمة. تُمنح الممتلكات للابن الأكبر المسؤولي عن عائلته لأنه يحل محل والده أو والدته. و عند لامبونجيين الساحليين يكون الغرض من تسليم الهيمنة لجميع الميراث إلى الابن الأكبر هو لأنه مسؤول عن إخوته الصغار بعد وفاة الوالدين حتى قادرين على حياتهم. و يسمى الأخ الأكبر باسم "Punyimbang"(بونيمبانغ) لأنه مسؤول عن إدارة الميراث وقيادتها وضبطها.
تهدف هذه الدراسة إلى تحديد محال المرأة في توزيع الميراث في قرية كيدوندونغ, منطقة كيدوندونغ الفرعية, حي بيساواران, المحافظة لامبونج مع التركيز على البحث الذي يغطي: (1) كيف يتم تطبيق الميراث في حضارة لامبونج سايباتين في قرية كيدوندونغ, (2) ما هو وضع المرأة في توزيع الميراث في عادات لامبونج سايباتين في قرية كيدوندونج, وجهة نظر العدالة التوزيعية.
تستخدم هذه الدراسة نهج الظواهر. ويقام جمع البيانات باستخدام تقنيات المقابلة المتعمقة والملاحظة التشاركية.والتقنيات التحليلية للبيانات عن طريق تقليل البيانات وعرض ها ثم استخلاص النتائج.وأماصحة البيانات فيحصل باستخدام تقنيات المناقشة واستمرار الملاحظة.
يقوم سكان القرية كيدوندونغ بتوزيع الميراث بدءًا من بقاء الوالدين بصحة في حياتهما. ووزعت الميراث على جميع أبنائهما مع مراعاة أن الأولاد الذين يحصلون على المزيد. وإذا كان الوالدان قد ماتا ، يتم تسليم الميراث الباقي إلى الابن الأكبر. وإذا لم يكن لديهما ابن ، فيتبنيان ابنا قنونيا كأشقائ حتى يمكن الحصول على حقوق الميراث.
موقع المرأة في هذه الحالة يتناقض للعدالة التوزيعية لأنها لا تعطي إلا إلى الأخ الأكبر, و لا تحصل المرأة على الميراث لأن المجتمع المحلي يعتبر المرأة مسؤولية زوجها.
ABSTRACT
A male major inheritance system is used by coastal residents in the form of honest marriages. This inheritance system is also called the collective inheritance system because it is almost similar, namely discussing the continuity and transfer of control over assets that are not shared. The property is given to the eldest son who is responsible for his family to replace his father or mother. The purpose of handing over the power of all their assets to the eldest son of the coastal part of Lampung is because he is responsible for his younger siblings after the parents die until the younger siblings are independent. The oldest brother is called "punyimbang" because he is responsible for taking care, leading and managing the inheritance.
This study aims to know the position of women in the division of inheritence in the village of Kedondong, Kedondong subdistrict, Pesawaran Regency Lampung Province with the focus of research among others: (1) How is the implementation of inheritance in Lampung Saibatin custom in Kedondong Village, (2) What is the position of women in the distribution of inheritance in Lampung Saibatin Customary in Kedondong Village in View of Distributive Justice.
This study uses a phenomenological approach. Data collection was carried out using in-depth interview techniques and participatory observation. Data analysis techniques by reducing data, presenting data and then drawing conclusions. The validity of the data used discussion techniques and observation persistence.
The people of Kedondong Village consider the practice of inheritance distribution to be initiated when the parents are still healthy (a grant) and have distributed their assets to all their children while still considering that the boys get more, then if the parents have died, the remaining inheritance will be handed over to the oldest male. If one does not have a son, then they will adopt an oldest son-in-law so that you can be granted inheritance rights. It is expected that the eldest son-in-law will be positioned like a parent thus in the family structure, even if the parents have died, the oldest brother is like the parents.
The position of women in this case is very contradictory to that of distributive petty because they only give inheritance to the oldest brother, while women do not get inheritance because the local community considers women to be the responsibility of the husband.
ABSTRAK
Sistem kewarisan mayorat laki-laki dipakai oleh penduduk pesisir dalam bentuk perkawinan jujur. Sistem kewarisan ini disebut juga sistem kewarisan kolektif karena hampir mirip yaitu membahas tentang penerusan dan pengalihan penguasaan atas hartanya yang tidak dibagi. Harta tersebut diberikan kepada anak laki-laki tertua yang bertanggung jawab atas keluarganya karena untuk menggantikan posisi ayah atau ibunya. Maksud dari diserahkannya kekuasaan seluruh hartanya kepada anak laki-laki tertua bagi penduduk adat lampung bagian pesisir adalah karena menjadi penanggung jawab atas adik-adiknya setelah orang tua meninggal sampai adik-adiknya mandiri. Kakak laki-laki tertua disebut “punyimbang” karena bertugas untuk mengurus, memimpin dan mengatur harta warisan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi perempuan dalam pembagian harta waris di desa Kedondong kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dengan fokus penelitian mencakup: (1) Bagaimana pelaksanaan pewarisan di adat Lampung Saibatin di Desa Kedondong, (2) Bagaimana posisi perempuan dalam pembagian warisan di Adat Lampung Saibatin di Desa Kedondong Perspektif Keadilan Distributif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan observasi partisipatoris. Teknik analisa data dengan mereduksi data, menyajikan data dan kemudia penarikan kesimpulan. Keabsahan datanya menggunakan teknik diskusi dan ketekunan pengamatan.
Masyarakat Desa Kedondong menganggap praktik pembagian waris diawali saat orang tua masih sehat (hibah) dan telah membagikan hartanya kepada semua anaknya dengan tetap mempertimbangkan anak laki-laki mendapat yang lebih banyak, kemudian jika orang tua telah meninggal maka sisa warisannya diserahkan kepada anak laki-laki tertua. Jika tidak mempunyai anak laki-laki maka mengangkat anak menantu laki-laki tertua seperti layaknya anak laki-laki kandungnya sehingga bisa diberikan hak waris. Hal ini diharapkan menantu laki-laki tertua diposisikan layaknya orang tua sehingga dalam struktur keluarga, sekalipun orang tua sudah meninggal, kakak tertua itu seperti layaknya orang tua.
Posisi perempuan dalam kasus ini sangat bertolak belakang dengan kedilan distributif karena hanya memberikan harta waris kepada kakak laki-laki tertua sedangkan perempuan tidak mendapatkan harta waris karena masyarakat setempat menganggap pihak perempuan menjadi tanggung jawab pihak suami.
Item Type: | Thesis (Masters) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Mahmudi, Zaenul and Isroqunnajah, Isroqunnajah | |||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Keywords: | المرأة; لامبونج سايباتين والعدالة التوزيعية; Women; Lampung Saibatin And Distributive Justice; Perempuan; Lampung Saibatin; Keadilan Distributif | |||||||||
Departement: | Sekolah Pascasarjana > Program Studi Magister al-Ahwal al-Syakhshiyyah | |||||||||
Depositing User: | Sabarudin Sabarudin | |||||||||
Date Deposited: | 23 Dec 2020 13:34 | |||||||||
Last Modified: | 23 Dec 2020 13:34 | |||||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/23633 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |