Roziqi, Ahmad Masrur (2018) Marriage agreement under perspective Fiqh Muamalah principles of Ibnu Taimiyah: Study on constitutional court decision number 69/ PUU-XIII/2015. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
14210108.pdf.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (4MB) | Preview |
Abstract
ENGLISH:
The marriage agreement creation which has limited to time before or when marriage procession caused problem for Ike Farida and her husband. Ike Farida and her husband proposed a judicial review for several articles of Basic Agrarian Law (Law Number 5 of 1960) and articles of Marriage Law (Law Number 1 of 1974). Judges decided the marriage agreement has no time limit. The author interested to analyse marriage agreement in the perspective of Fiqh Muamalah Principles of Ibnu Taimiyah. In this study, the author formulated two problem formulations, both are: What is the legal basis of Judges Panel in Constitutional Court Decision Number 69 / PUU-XIII / 2015 concerning Marriage Agreement? How is the marriage agreement viewed from the perspective of fiqh muamalah principles of Ibnu Taimiyah?
This research is included in the type of normative legal research using conceptual approach. The legal materials of this research came from primary legal materials, such as the Constitutional Court Decision No. 69 / PUU-XIII / 2015 and the Ibn Taimiyah’ book named Al Qawaid An Nuraniyyah. Secondary legal materials such as books, research reports, and other documentary materials relating to marriage agreement.
The research results are, (1) Judges argued with Law Number 5 of 1960 of Indonesian People’s relationship to the natural resources and Law Number 12 of 2006 about Indonesian Citizenship. All of natural resources of Indonesian Republic are full right of the nation. The Indonesian people’s rights are sacred, eternal, and fundamental. People's authority to process and own everything in Indonesia cannot be contested or seized. The Judges also found contradiction of legislation related to human rights which have been forgotten by lawmakers. (2) The marriage agreement of fiqh muamalah principle is free for everyone and especially for husband and wife. The makers of agreement have to discuss in order to make it happen and legal. Husband and wife are able to make any of materials and they have rights to make anytime. The fiqh principle does obligate husband and wife to apply the conditions and materials of agreement. When they violate the materials of agreement then they would become null and void. The makers have to bring any of kindness within agreement and they prohibited to damage. The materials and points of agreement can be altered by husband and wife and both can make new materials
INDONESIA:
Pembuatan perjanjian perkawinan yang waktunya dibatasi sebelum atau ketika proses pernikahan menimbulkan sebuah masalah bagi Ike Farida dan suaminya. Sehingga mereka mengajukan uji materil terhadap beberapa pasal dari Undang-Undang Pokok Agraria atau Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Undang-Undang Perkawinan atau Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Majelis Hakim memutuskan bahwa tidak ada lagi pembatasan waktu dalam membuat perjanjian perkawinan. Penulis tertarik untuk menganalisis perjanjian perkawinan dengan pandangan kaidah fikih muamalah Ibnu Taimiyah. Penulis merumuskan dua rumusan masalah, yaitu Apakah dasar hukum Majelis Hakim pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 tentang Perjanjian Perkawinan? Bagaimanakah perjanjian perkawinan perspektif kaidah fikih muamalah Ibnu Taimiyah?.
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual. Bahan-bahan hukum dari penelitian ini berasal dari bahan hukum primer, seperti Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 dan kitab Ibnu Taimiyah. Bahan hukum sekunder seperti buku, laporan penelitian, dan bahan dokumenter lainnya yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan.
Hasil penelitian ini yaitu (1) Majelis Hakim menggunakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang hubungan warga negara Indonesia dengan sumber kekayaan alam dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia. Seluruh kekayaan alam Republik Indonesia menjadi hak penuh bangsanya. Kewenangan rakyat untuk mengolah dan memiliki segala yang ada di Indonesia tidak dapat diganggu gugat. Adanya kontradiksi perundang-undangan terkait hak asasi manusia yang telah dilupakan oleh pembuat hukum. (2) Setiap orang atau suami dan istri bebas membuat perjanjian perkawinan. Para pembuat perjanjian wajib bermusyawarah agar perjanjian perkawinan menjadi sah. Suami dan istri dapat membuat segala isi dan tidak dibatasi waktu untuk membuat perjanjian. Wajib bagi suami dan istri atau siapapun yang terlibat dalam perjanjian perkawinan untuk memenuhi dan melaksanakannya. Sebuah perjanjian perkawinan menjadi batal ketika suami dan istri atau pihak yang terlibat melanggar ketentuan yang ada. Sebab menurut kaidah fikih bahwa perjanjian harus mendatangkan kebaikan dan tidak boleh membawa kerusakan. Perjanjian perkawinan dapat diganti kapanpun oleh suami dan istri.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Rahmawati, Erik Sabti | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | constitutional court; fiqh muamalah principle of ibnu taimiyah; marriage agreement; mahkamah konstitusi; perjanjian perkawinan; kaidah fikih muamalah ibnu taimiyah | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Heni Kurnia Ningsih | ||||||
Date Deposited: | 11 Mar 2020 14:58 | ||||||
Last Modified: | 11 Mar 2020 14:58 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/14862 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |