ISmail, Mohammad Afif Fakhri (2017) Tradisi nengenneng oleh janda cerai mati perspektif ‘Urf: Studi di Desa Matanair Kecamatan Rubaru Kabupaten Sumenep. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Text (Fulltext)
13210033.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (3MB) |
Abstract
INDONESIA:
Perceraiaan terbagi menjadi dua macam yaitu: Pertama, cerai hidup atau cerai talak dan Kedua, cerai mati. Selanjutnya, dalam sebuah perceraian terdapat iddah yang harus dijalani oleh seorang janda yaitu Pertama, bagi cerai hidup 3 bulan atau 3 kali sucian dan Kedua, bagi cerai mati yaitu 4 bulan 10 hari. Dalam perceraian masyarakat Madura terdapat sebuah tradisi yang dilakukan oleh istri. Manakala seorang suami meninggal maka istri menjalankan masa iddah (menunggu) selama satu tahun (nyataon) dan seribu hari setelah kematian suaminya (nyaebuh). Praktek tersebut terjadi di sebagian kalangan janda cerai mati khususnya di desa Matanair, kecamatan Rubaru, kabupaten Sumenep.
Tradisi menunggu oleh janda cerai mati selama satu tahun dan seribu hari pasca meninggalnya suami disebut dengan tradisi nengenneng. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan tradisi nengenneng oleh janda cerai mati di desa Matanair, kecamatan Rubaru, kabupaten Sumenep dan bagaimana pandangan ‘urf tentang pelaksanaan tradisi nengenneng oleh janda cerai mati.
Penelitian ini tergolong dalam penelitian empiris, pemaparan datanya berbentuk deskriptif kualitatif. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa data primer dan data skunder. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada para janda dan tokoh masyarakat desa Matanair. Sedangkan data skundernya berasal dari litertur-literatur buku dan skripsi. Kemudian data tersebut diedit, diklasifikasi, diverivikasi, kemudian dianalisis, dan kesimpulan.
Dalam penelitian ini diperoleh dua kesimpulan; Pertama, tidak ada ritual khusus dalam tradisi ini hanya saja janda yang ditinggal mati suaminya tidak melangsungkan pernikahan baru dengan pria lain karena tradisi nengenneng terjadi untuk menghormati suami yang meninggal sehingga para janda menunggu sampai proses selametannya selesai. Kedua, tradisi nengenneng termasuk ‘urf yang shahih karena tidak menyalahi syariat bahkan menambah dari yang diterangkan oleh syariat. Selain itu, juga memberikan kesempatan bagi istri untuk melupakan mantan suaminya, menambah keeratan emosional antara ibu dengan anak dan menjaga hubungan yang tetap harmonis dengan mertua suami yang meninggal.
ENGLISH:
Divorce is divided into two kinds: First, life divorce. and Second, death divorce. Furthermore, in a divorce there iddah to be lived by a widow that is: First, for divorce life is 3 months or 3 times holy. Second, For the divorce to die is 4 months 10 days. In Madura divorce society there is a tradition performed by the wife. When a husband dies his wife runs iddah (waiting) for one year (nyataon) and thousand days from the death of her husband (nyaebuh). The incident occurred in some among divorced widows, especially in Matanair Village, Rubaru Sub-district, Sumenep Regency.
Waiting tradition for divorced widows for one year and a thousand days after the death of the husband is called the nengenneng tradition. As an concerned issue in this study is how the nengenneneg tradition for divorce windows die in Matanair village, Rubaru sub-districts, Sumenep Regency and how ‘urf perspective about nengenneneg tradition for divorce windows die.
This research belongs in the empirical, exposure data are descriptive qualitative. Where as the data collected in the form of primary data and secondary data. Primary data obtained through interviews to windows and figures. While secondary data drived from literature books and theses. Then the data is edited, are classified, verifeid, then analyzed, and conclusions.
In this research obtained two conclusions; First, There is no special ritual in this tradition but the widow left by her husband does not have a new marriage with another man because nengenneng tradition happens to respecting the husband who died so the widows wait until the process selametan completed. Second, The nengenneng tradition is ' urf shahih because don’t violate the syariat even adding to that which is explained by the syariat. In addition, it also provides an adaptation for the wife to forget her ex-husband, adding emotional attachment between mother and child and maintain a harmonious relationship with the husband-in-law's death.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Suhadak, Faridatus | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Tradisi; Iddah dan Ihdad; ‘Urf; Tradition | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Ismail Alim Prayogi | ||||||
Date Deposited: | 27 Mar 2018 17:20 | ||||||
Last Modified: | 27 Mar 2018 17:20 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/9396 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |