Rizqoni, Rizqoni (2017) Tradisi kawin colong pada masyarakat Osing Kabupaten Banyuwangi perspektif hadis: Studi autentitas Sanad dan kontektualisasi Matan. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Text (Fulltext)
13210090.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (1MB) |
Abstract
INDONESIA:
Berbagai sosial budaya masyarakat indonesia tidak bisa di pisahkan dengan kearifan lokal yang berlaku di setiap daerah, karena indonesia terdiri dari berbagai pulau dan suku yang berbeda-beda latarbekang. Disini peneliti tertarik terhadap adat perkawinan masyarakat Suku Osing Kabupaten Banyuwangi yaitu perkawinan colong atau kawin colong, dalam prosesi colong yang unik peneliti tertarik untuk merelevansikan terhadap hadis yang diriwayatkan oleh abu khurairah : “La tunkahu ayyimu hatta tusta’mara wala tunkahu bikru hatta tusta’dana”. Dalam penelitian ini terdapat dua rumusan masalah: 1) Bagaimana autenntitas sanad hadist yang berkaitan tentang tradisi kawin colong?. 2) Bagaimana kontektualitas matan hadist yang berkaitan dengan tradisi kawin colong ?. penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif (library research) atau penelitian hukum normatif dengan mengunakan pendekatan kualitatif yaitu dengan mengunakan kata-kata sayang aman disini berupa hadis yang dibenturkan dengan adat. Sedangkan metode analisi data peneliti mengunakan metode diskriptif analisis.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwasanya sanad hadis yang berkaitan dengan kawin colong berstatus shahih. Sedangkan perbedaan pendapat terletak pada janda belum balig dan perawan belum balig. Golongan imam Syafi’i dan sebagaian ahli Madinah seperti ahmad dan ishak mereka mengatakan tidak boleh memaksa janda meskipun belum balig dan golongan imam abu hanifah dan sebagaian ulama kufah boleh walinya menikahkanya sebagaimana perawan yang belum balig. Ilat ulama ini yaitu kecakapan perempuan ditandai dengan balig.
Dari pemaknaan hadis diatas peneliti menafsikan ulang makna hadis tersebut dengan mengunakan teori hermenetika yang meliputi : merelevansikan terhadap alquran , sosiologi-antropologi dan sosio historis maka hukum kawin colong menurut hadis ini ada dua konsekwensi hukum yaitu pertama jika pelaku kawin colong seorang janda yang sudah balig maka diperbolehkan menurut jumhur ulama. jika pelakunya itu janda belum balig maka golongan imam Syafi’i dan ahli Madinah memperbolehkan, sedangkan imam Abu Hanifah dan ahli Kuffah tidak memperbolehkan karna illat dari hadis ini yaitu kecakapan wanita dalam memilih suami. Kedua jika pelaku Kawin Colong seorang perawan belum balig maka tradisi kawin colong tidak diperbolehkan menurut jumhur ulama. Jika pelakunya itu perawan yang sudah balig golongan imam syafi’I dan ahli madinah tidak memperbolehkan, sedangkan imam abu hanifah dan ahli kuffah memperbolehkan jika pelaku kawin colong ini seorang perawan atau janda yang sudah balig.
ENGLISH:
There Culture and social construction of Indonesian communtiy cannot be separated with the local wisdom which is running in every region, because Indonesia consits of some different islands and ethnics. The researcher is interested in a marriage culture of community in Osing, Banyuwangi, that is Kawin Colong. In Kawin Colong reception, uniquely, the researcher is interested in relevancing to a hadith which is narrated by Abu Hurairah: “La tunkahu ayyimu hatta tusta’mara wala tunkahu bikru hatta tusta’dana”
This research consists of two cases; 1) How the authentic of sanad hadith which is related to Kawin Colong? How the contextuality of hadith’s matan which is related to kawin colong? This research is normative research (library research) or normative law research using quantitave approach that is using words of hadith which is corelated to tradition. While data analysis method, the researcher uses descriptive analysis method.
The result of this research shows that hadits sanad which is related to kawin colong is shahih. While the different perspective is into a widow who is not adult yet and a girl who is not adult yet. Imam Syafi’i group and part of Madinah people said ‘no force’ to the widow although she is not adult yet and Imam Abu Hanifah group and part of Kuffah people said ‘could’ to the wali to marry them as a girl always. Ilat ulama is a facility of a woman is symbolized by baligh.
From the interpretation of the hadith above, researcher reinterpret the meaning of the hadith by using hermenetics theory which includes: relevancing toward alquran, sociology-anthropology and socio-historical therefore the law of kawin colong, according to this hadith, have two consquences, those are first if the doer of kawin colong is a widow who has been mature then it is allowed. If the doer is a widow who has not been mature according to the group of Imam Syafi’i and Medina experts allow, while Imam Abu Hanifah and Kuffah experts do not allow, because illat of this hadith is the capability of woman to choose her husband. The second, if the doer of kawin colonh is a virgin woman who has not been mature so the tradition of kawin colong is not allowed. If the doer is a virgin woman who has been mature, the group of Imam Syafi’i and Medina experts do not allow, while Imam Abu Hanifah and Kuffah experts allow if the dper of this kawin colong is a woman who has been mature.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Nasrulloh, Nasrulloh | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Kawin Colong; Sanad and Matan; Kawin Colong, Sanad dan Matan | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Taufik Handiadi | ||||||
Date Deposited: | 13 Mar 2018 16:33 | ||||||
Last Modified: | 20 Mar 2023 13:04 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/9369 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |