Suhada’, Abu Wafa (2017) Hadhanah dalam perceraian akibat istri murtad: Studi analisis putusan No 1/Pdt.G/2013/PA.Blg. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
11210038.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (6MB) | Preview |
Abstract
INDONESIA:
Hadhanah adalah pengasuhan anak baik laki-laki maupun perempuan yang belum mumayyiz dan belum bisa mengurusi dirinya sendiri oleh orang yang berhak mengasuhnya. Hadhanah merupakan akibat hukum yang timbul dari perceraian. Sehubungan dengan masalah hadhanah yang terjadi akibat dari perceraian, timbul permasalahan hadhanah dalam perceraian akibat istri yang murtad, sedangkan si anak dalam keluarga tersebut belum mumayyiz, maka bagaimana penetapan hadhadah akibat istri yang murtad, sebagaimana kasus yang terjadi pada Putusan No 1/Pdt.G/2013/PA.Blg. fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan hakim serta melakukan analisis hukum pada Putusan No. 1/Pdt.G/2013/PA.Blg. dalam perspektif fiqh dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, yang berbentuk buku maupun jurnal.
Berdasarkan hasil analisa, penulis memperoleh kesimpulan bahwa dasar hukum yang digunakan hakim pada Putusan No. 1/Pdt.G/2013/PA.Blg., Majelis Hakim telah mempertimbangkan agar tetap terjaganya agama (akidah) anak, Majelis Hakim berpendapat dengan mengacu pada kitab Mazahib al-Arba’ah juz IV, yang menerangkan syarat seorang pengasuh harus beragama Islam dan seorang pengasuh bukanlah orang yang murtad, sebagai dasar untuk mempertahankan akidah anak. Adapun analisis hukum Putusan No. 1/Pdt.G/2013/PA.Blg. dalam perspektif fiqh, Majelis Hakim dalam menetapkan masalah hadhanah, mengacu pada pendapat Ulama Syafi’iyyah yaitu seorang pemegang hak hadhanah harus beragama Islam, dan tidak ada hak hadhanah bagi orang kafir terhadap anak orang Islam, dan pendapat Ulama Hanafiyyah yaitu syarat bagi pemegang hak hadhanah yaitu seseorang pengasuh tidak murtad, jika ia murtad, maka sejak itu gugurlah haknya sebagai pemegang hak hadhanah. Majelis Hakim menetapkan Pemohon selaku ayah yang berhak mendapatkan hak hadhanah karena telah memenuhi syarat yaitu beragama Islam, dan telah memenuhi syarat-syarat sebagai seorang pengasuh sehingga layak ditetapkan sebagai pemegang hak hadhanah. Adapun perspektif Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Majelis hakim telah mempertimbangkan sesuai tujuan/filosofis Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah semata-mata untuk kepentingan perkembangan jasmani dan rohani anak dengan menjaga aqidah dan agama anak.
ENGLISH:
Hadhanah is parenting of either son or daughter who has not been mumayyiz and cannot take care of themselves by the ones who are entitled to raise the child. Hadhanah is the legal consequences as a result of divorce. In relation to the problem of hadhanah arising from divorce, arise the problem of hadhanah in divorce due to the wife is apostate, whereas the child in the family has not been mumayyiz, then how is hadhadah resolved resulting from an apostate wife, as in the case in the Decision No. 1 / Pdt.G / 2013 / PA .Blg. The focus of this study was to determine the legal basis used by the judges and performed legal analysis on the Decision No. 1 / Pdt.G / 2013 / PA.Blg. in the perspective of fiqh and the Law No. 23 of 2002 on Child Protection.
This research used normative legal research by using statutory approach and case approach. Legal materials used were primary legal materials and secondary legal materials, in the form of books and journals.
Based on the results of the analysis, the author concluded that the legal basis used by the judge on Decision No. 1 / Pdt.G / 2013 / P A.Blg. , Judges had considered that the religion (belief) of the children remain intact, the judges argued with reference to the book of Mazahib al-Arba'ah chapter IV, which explained that the proviso of a caregiver had to be a Muslim and was not the apostate, as the basis for maintaining the child’s faith. The legal analysis on Decision No. 1 / Pd TG / 2013 / PA.Blg. in fiqh perspective, the judges in determining hadhanah problem, refering to the opinion of Syafi’iyyah ulema that the rights holder of hadhanah should be a Muslim, and there was no right of hadhanah for the infidels on a Muslim child, and the opinion of Hanafiyyah Ulema that the proviso for rights holders of hadhanah was the caregiver was not apostate, if he/she was an apostate, the right of hadhanah was expired. The judges assigned the Petitioner as the father who deserved the right of hadhanah because he was qualified as a Muslim, and had met the requirement as a caregiver so he deserved the right of hadhanah. While the perspective of Law No. 23 of 2002 on Child Protection, The judges had considered in accordance to the purpose / philosophical of Law No. 23 of 2002 on Child Protection was solely for the sake of physical and spiritual development of the child by keeping religious the child’sbelief and religion.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Hamidah, Tutik | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Hadhanah; Perceraian; Murtad; Hadhanah; Divorce; Apostate | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Dellavia Azzahra Permata Putri | ||||||
Date Deposited: | 08 Mar 2018 17:46 | ||||||
Last Modified: | 08 Mar 2018 17:46 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/9304 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |