A critical discourse analysis of transitivity and nominalization on the religious violence in Sampang in the Jakarta Post

INDONESIA:

Analisa wacana Kritis (Critical Discourse Analysis/CDA) sudah menjadi sebuah penelitian akademik yang berpengaruh diantara subjek; politik, sosial, pendidikan, dan pengetahuan bahasa. CDA melihat bahasa sebagai praktik sosial. CDA juga memeriksa manipulasi ideologi dan relasi kekuasaan digunakan diantara orang yang menyatakan melalui teks. Oleh karena itu, hal menarik untuk meneliti sebuah artikel di media massa yang mana mempunyai dampak untuk mempengaruhi pandangan dari pembaca. Penelitian ini berusaha mendekripsikan bagaimana media massa mengunakan transitiviti dan nominalisasi. Media massa merepresentasikan pemerintah, korban, dan penyerang. Kemudian, apa tendensi dari media massa di balik representasi dari pemerintah, korban, dan penyerang di dalam berita.

Peneliti memutuskan untuk memilih artikel berita dari konflik agama di Sampang di Jakarta Post. Untuk menjawab beberapa rumusan masalah, peneliti menggunakan teori CDA dari Fairclough (2003) dan Systemic Functional Grammar (SFG) dalam bingkai representasi melalui proses transitiviti and nominalisasi untuk membuka tendensi dibalik teks. Secara metodologi, peneliti menggunakan kualitatif deskriptif sebagai desain penelitian. Data dikumpulkan dengan membaca yang intensif untuk menemukan aspek dari wacana.

Analisis menemukan beberapa hasil penelitian yang mencakup rumusan masalah. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa the Jakarta Post menggunakan proses transitiviti untuk menginformasikan kronologi konflik agama tanpa men- jadikan pemerintah sebagai subjek. Pemerintah bukan satu-satunya pihak yang disalahkan terhadap konflik, tetapi hal itu juga diberikan kepada korban. The Jakarta Post juga menggunakan nominalisasi proses di teks berita konflik agama. The Jakarta Post cenderung menyampaikan perwakilan pihak yang terkait konflik dengan sejelas mungkin. Dalam representasi pemerintah, korban, dan penyerang, peneliti men- emukan poin bahwa pemerintah direpresentasikan seperti pihak yang simpati ter- hadap konflik agama. Hal itu sesuai dengan Fairclough (2003), dia mengusulkan bahwa relasi kekuasaan ditampilkan pada wacana. Relasi kekuasaan itu pemerintah diberikan pernyataan yang lebih oleh the Jakarta Post untuk tampil saat konflik agama di Sampang. Tendensi dibalik representasi telah memperlihatkan bahwa the Jakarta Post ingin berada di pihak pemerintah, karena pemerintah diberikan porsi lebih sebagai pihak utama yang aktif di artikel daripada korban dan penyerang.

ENGLISH:

Critical Discourse Analysis (CDA) has become a very influential academic research activity among subjects in political, social, educational, and linguistic sciences. It sees language as social practice. It also examines ideological manipulations and power relation used among people manifested in texts. Furthermore, it is always interesting to investigate a newspaper article in which has casual effect that can change of perspective of the readers. This research is an attempt to describe how a mass-media uses transitivity and nominalization. A mass-media represents the government, the victims, and the attacker. Thus, what tendency of a mass-media behind the representation of the government, the victims, and the attacker in news is.

The researcher decided to choose the news article of the religious violence in Sampang in the Jakarta Post. To answer the problems, the researcher uses Fairclough's (2003) CDA and Systemic Functional Grammar (SFG) framework of representation through transitivity and nominalization process leading to tendency behind the texts. Methodologically, the researcher uses descriptive qualitative as research design. The data were collected by intensive reading to find out the aspects of discourse.

The analysis found some findings covering the formulated research question. The findings reveal that the Jakarta Post uses the processes in transitivity to inform the chronology of the religious violence without making the government as the subject. The government was not the one which is blamed, yet it is given impression in the victims. It is also found the use of nominalization process. The Jakarta Post used nominalization in texts of the religious violence.
The Jakarta Post is inclined to present the human agency regarding the accident as clearly as possible. In terms of representation of the government, the victims, and the attacker, the researcher found the points that the government was represented as the sympathetic party in responding the religious violence. It is in line with Fairclough (2003), he suggests that the power of relations is performed in the discourse. The power of relation is the government which was provided wide- space statement by the Jakarta Post to perform in religious violence in Sampang. The tendency behind the representation has been unfolded that the Jakarta Post wants to be on the side of the government, because the government was given wide-space as the major active participant in the article than the victims and the attacker were.