Pembagian waris dengan adat badamai perspektif teori konstruksi sosial Peter L. Berger: Studi di Desa Tunggul Irang Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan

INDONESIA:

Pembagian waris dengan Adat Badamai di Desa Tunggul Irang merupakan praktik pembagian waris dengan hukum waris adat, sehingga pola yang dihasilkan tidak selalu berkesesuaian dengan ketentuan dalam hukum islam. Dari perspektif Teori Konstruksi Sosial Peter. L Berger, pembagian waris dengan Adat Badamai tidak muncul begitu saja akan tetapi melalui tiga proses dialektis yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana proses pembagian waris dengan Adat Badamai pada masyarakat di Desa Tunggul serta bagaimana pembagian waris dengan Adat Badamai pada masyarakat Desa Tunggul Irang dalam perspektif Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger. Kemudian, tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu pertama untuk mendeskripsikan proses pembagian waris dengan Adat Badamai pada masyarakat Desa Tunggul Irang dan kedua untuk menganalisis pembagian waris dengan Adat Badamai masyarakat Desa Tunggul Irang dari perspektif teori konstruksi sosial Peter L. Berger.

Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pendekatan sosiologi, teknik pengumpulan data dengan dengan wawancara dan dokumentasi. Untuk pengolahan dan analisis data terdiri dari reduksi data, display data, dan kesimpulan. Keabsahan data diuji dengan teknik triangulasi sumber

Hasil penelitian menunjukan bahwa; a) Pembagian waris dengan Adat Badamai pada masyarakat Desa Tunggul Irang dilakukan dengan dua tahapan yaitu pembagian menurut ketentuan faraidh dan musyawarah Badamai. b) Dari perspektif teori Kontruksi Sosial Peter. L Berger, pembagian waris dengan Adat Badamai di Desa Tunggul Irang muncul setelah melalui tiga proses yaitu proses eksternalisasi tercermin dari dialektika dalam masyarakat saat menghadapi realitas pembagian waris yang berbeda dari ketika faraidh dirumuskan, kemudian proses objektivasi yang merupakan titik temu dari keseluruhan tahapan pembagian waris dengan Adat Badamai yakni bertujuan kepada perdamaian yang diupayakan dengan menjaga kerukunan antara ahli waris dan terakhir proses internalisasi yang melibatkan pemahaman individu dan perspektif kolektif terkait cara tersebut lalu dimasukkan kembali ke dalam diri masing-masing untuk membentuk keyakian bahwa pembagian waris dengan Adat Badamai merupakan cara yang paling tepat dan sesuai dengan kondisi masyarakat.

ENGLISH:

The apportionment of inheritance through the Badamai Custom in Tunggul Irang Village is a practice governed by customary inheritance law, resulting in patterns that do not always align with the provisions of Islamic law. From the perspective of Peter L. Berger’s Social Construction Theory, the Badamai Custom inheritance system does not emerge arbitrarily but evolves through three dialectical processes: externalization, objectivation, and internalization.

The problem formulation in this study are: how the process of inheritance apportionment through the Badamai Custom in Tunggul Irang Village and how of inheritance apportionment through the Badamai Custom in Tunggul Irang Village in the perspective of Peter L. Berger’s Social Consruction Theory. This research has two objectives: first, to describe the process of inheritance apportionment through the Badamai Custom in Tunggul Irang Village, and second, to analyze this practice through the lens of Berger’s Social Construction Theory.

This study employs empirical research with a sociological approach, utilizing interviews and documentation as data collection techniques. Data processing and analysis involve data reduction, data display, and conclusion drawing. Data validity was verified through source triangulation.

The findings reveal that: a) The Badamai Custom inheritance apportionment in Tunggul Irang Village occurs in two stages: distribution according to faraidh and the Badamai deliberation process. b) From Berger’s Social Construction Theory perspective, the Badamai Custom inheritance system emerges after three processes. First, externalization is reflected in the community’s dialectical engagement when confronting realities of inheritance apportionment that differ from the original formulation of faraidh. Second, objectivation represents the convergence point of all stages of the Badamai process, aiming to foster peace by maintaining harmony among heirs. Finally, internalization involves individuals and the collective understanding of this method, which is then reintegrated into personal beliefs to solidify the conviction that the Badamai Custom is the most appropriate and contextually suitable approach for the community’s conditions.

ARABIC:

إِنْ تَقْسِيمَ الْمَوَارِيثِ بِعُرْفِ الْبَادَامَايِ فِي قَرْيَةِ تُونَغُولَ إِيرَانَانِعْ هُوَ مُمَارِسَةُ لِتَقْسِيمِ الْمَوَارِيتْ بِعُرْفِ الْمَوَارِيثِ الْعُرْفِي، بِحَيْثُ لَا يَتَوَافَقِ النَمَطُ النَاتِج مَعَ الْأَحْكَامِ في الشريعة الإِسلَامِيَّة دَائِمًا . مِنْ مَنْظُورِ بيتر من منظور نَظرِيَّة البناء الاجْتِمَاعِي لبيتر ل بيرغر، فَاِنَّ تَقْسِيْمَ الْمَوَارِيث بِعُرْفَ البَادَمَي لَا يَظْهِرُ فَقَطْ مِنْ خِلَالِ ثَلَاثِ عَمَلِيَّاتٍ جَدَلِيَّةٍ هِيَ: التَّظْهِيرُ الخَارِجِيُّ، وَالتَظْهِيرُ الْمَوْضُوعِيُّ، وَالتَظْهِيرُ الدَّاخِلِيُّ

تَنْقَسِمُ صِيَاغَةُ الْمُشْكِلَةْ فِيْ هَذَا: ، وَهُمَا كَيْفَ تَتِمُّ عَمَلِيَةُ تَقْسِيْمِ الْمَوَارِيْثُ بِعُرْفِ بَادَامَايْ فَيْ الْمُجْتَمَعْ اِلْمَحَلِيْ فِيْ قَرْيَةْ تُونْغُولْ إِيرَانَغْ وَ كَيْفَ تَقْسِيْمُ الْمَوَارِيْثُ بِعُرْفِ البَادَامَايْ فِيْ مُجْتَمَعْ قُْرْيَةْ تُونْغُوْل إِيرَانانَغْ مِنْ مَنْظُورِ نَظَْرِيَةِ الْبِنَاءِ الِاجْتِمَاعِي لبِيتَرْ ل. بُيرْغِر. يَنْقَسِمُ الهَدَفُ مِنْ هَذَا الْبَحْثُ إِلَى قِسْمَيْنِ، وَهُمَا وَصْفُ عَمَلِيَةٍ تَقْسِيمِ الْمَوَارِيَثِ بِعُرْفِ بَادَامَاي فِي مُجْتَمَعِ قَرْيَةٍ تُونَغُولَ إِيْرَنْجِ وَتَحْلِيلَ تَقْسِيمِ الْمَوَارِيْثِ بِعُرْفِ بَادَامَاي فِي مُجْتَمَعِ قَريَة تونغول إيرنج مِن مَنْظُورِ نَظْرِيَّةِ البِنَاءِ الاِجْتِمَاعِيّ لبيتر ل. بيرغر.

هٰذَا البَحْثُ عِبَارَةٌ عَنْ بَحْثِ تَجْرِيبِي يَعْتَمِدُ عَلَى الْمَنْهَجِ السُّوْسِيُولُوجِي وَتَقِنِيَاتِ جَمْعِ الْبَيَانَاتِ مِنْ خِلَالِ المُقَابَلَاتِ والتَّوْثِيْق، وَتَأَلَفتْ مُعَالَجَةُ الْبَيَانَاتِ وَتَحْلِيلُهَا مِنْ اِخْتِزَالِ الْبَيَانَاتِ وَعَرْضِ الْبَيَانَاتِ وَالْاِسْتِنْتَاجَ. تَمَّ اِخْتِبَارُ صَحَّةِ الْبَيَانَاتِ بِاسْتِخْدَامِ تَقْنِيَاتِ تَثْلِيَثِ الْمَصَادِرِ

أَظْهَرَتِ النَّتَائِجُ أَنْ: ١) تَقْسِيمُ الْمَوَارِيثِ بِعُرْفِ الْبَادَامَايِ فِي الْمُجْتَمَعِ قَرْيَةِ تُونَغُولُ إيرانانغ يَتِمُّ عَلَ مَرْحَلَتَيْنِ ،وَ هُمَا اَلتَّقْسِيمُ وفْقًا لِأَحْكَامِ الْفَرَائِضِ وَمُدَاوَلَاتِ الْبَادَامَاي. ب) مِنْ مَنْظُور بيتر. ل. بيرغر، فَإِنَّ تَقْسِيمَ الْمَوَارِيْثِ بِعُرْفِ بَادَامَايِ فِي قَرْيَةٍ تُونَغُولُ إِيرَانَانَعَ ظَهَرَ بَعْدَ الْمُرُورِ بِثَلَاثِ عَمِلَيَاتِ، وَهِيَ عَمَلَيَةُ التَّظْهِيرِ الَّتِي تَنْعَكِسُ فِي جَدَلِيَّةِ المُجْتَمَع عِنْدَ مُوَاجِهَةِ وَاقِعِ تَوْزِيْعِ الْمَوَارِيثَ الْمُخْتَلِفِ عَنْ أَحْكَامِ الْفَرَائِدَةِ، ثُمَّ عَمَلَيَّةِ التَّكْيِيْفِ اَلّتِى هِيَ نُقْطَةُ التَّقَاءِ جَمِيْع مَرَاحِل تَقْسِيم الْمَوَارِيثِ بِعُرْفِ بَادَامَاي، وَالَّتِي تَهْدَفُ إِلَى السَّلَامِ اَلَّذِي يَتِمُّ اليَّعْيُ اِلَىهِ مِنْ خِلَالِ الحِفَاظ عَلَى الوِئَام بَيْنَ المَوَارِث، وَأَخِيرًا عَمَلَيَّةَ الاِسْتِيْعَاب الَّتِي تَتَضَمَّنَ الْفَهْمُ الفَرْدِيِّ وَوُجْهَاتِ النَّظَرِ الجَمَاعِيَّةِ المُتَعَلِّقَةِ بِهٰذِِه الطَرِيْقَة ثُمَّ عَوْدَةُ إِلَى كُلٍّ مِنْهَا لِتَكْوِيْنِ الاِعْتِقادِ بِأَنَّ تَقْسِيمَ الْمَوَارِيث بِعُرْفِ بَادَا مَاي هو الطَرِيقَةُ الأَنْسَبُ وَالْمُتَوَافِقَةُ مَعَ ظُرُوفِ الْمُجْتَمِعِ