Satria, Muhammad Hatta (2012) Fenomena gaden sawah di Desa Pungpungan, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro: perspektif hukum Islam. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
08220056.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (23MB) | Preview |
Abstract
INDONESIA:
Pegadaian yang sering dikenal pada masyarakat Indonesia bersifat kelembagaan, akan tetapi pada masyarakat desa lebih akrab dengan gadai yang sifatnya personal. Adapun produk-produk berbasis syariah yang dimiliki pegadaian syariah yang memiliki karakteristik khusus misalnya tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena hal tersebut merupakan riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi hasil. Dikatakan demikian, karena nilai-nilai yang terkandung dalam gadai syariah melarang adanya mafsadah (segala yang merusak), riba (tambahan yang didapat secara zalim), gharar (ketidak pastian, uncertainty), maysir (perjudian, orang mendapat keuntungan dengan merugikan orang lain). Penelitian ini dilakukan di Desa Pungpungan Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro untuk mengetahui pelaksanaan gaden sawah dan pemanfaatan marhûn ditinjau dari hukum Islam .
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder dengan menggunakan metode pengumpulan data wawancara serta dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode analisis data deskriptif sehingga penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan gaden sawah dan pemanfaatan barang agunan di Desa Pungpungan Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro.
Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa pelaksanaan gaden sawah sesuai dengan gadai syariah. Namun, terdapat kesenjangan mengenai pemanfaatan barang gadai berupa sawah. Para ulama kecuali Hambali mengharamkan adanya pemanfaatan sawah yang dilakukan murtahin, karena kebiasaan memanfaatkan marhûn yang dilakukan oleh murtahin tidak lain seperti halnya murtahin mensyaratkan intifa’ kepada râhin pada saat akad. Namun sebaliknya dengan pendapat Al-Syaukani, beliau lebih cenderung memperbolehkan memanfaatkan marhûn dengan catatan hasilnya dibagi rata dengan pemilik sawah karena pemilik sawah berhak atas keuntungan yang dihasilkan sawah tersebut kendatipun barang agunan tersebut tertangguh oleh murtahin. Sedangkan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah sejalan dalam menanggapi hal ini, yaitu penerima gadai tidak boleh menggunakan harta gadai tanpa seizin pemberi gadai (râhin).
ENGLISH:
Mortgage which is mostly well known as institutional affair by Indonesians, it becomes personal affairs to villagers. There are several products that are sharia- based provided by sharia mortgage agencies under specific characteristics such us interest –free in all forms of commodity and practicing business to get profit and profit sharing. The values of sharia mortgage prohibits mafsadah (all the destroyers), riba (unlawful additional in pungpungan village), gharar (uncertainty), maysir (gambling). This research is conducted in Pungpungan Village, Kalitidu sub district, Bojonegoro to know the implementation of farming field mortgage and it is marhûn usage based on Islamic law.
The research applied qualitative research method. Data which are conducted are primary and secondary data collecting trough interview and documentation. Data analysis methods using in this research is descriptive analysis method in to describe farming fields mortgage process and the usage of collateral in Pungpungan Village, Kalitidu sub district, Bojonegoro.
The result shows that the implementation of farming field in pungpungan field is based on sharia mortgage. However, there is a gap in the usage of it is collateral in form of farming field. Except Hanbali prohibits the usage of farming field by murtahin because the usage of marhûn is similar with the situation in which murtahin make the intifâ' as the requirement to râhin when the contract is conducted. By contrast, to Al-Syaukani, he tend to allow the usage of marhûn as long as the benefit is shared between murtahin and the owner of the farming field because the owner has the right to have the benefit of the field although it is in murtahin’s charge. National Sharia Board for Fatwa and Sharia Economic Law Compilation have the agreement to prohibit murtahin to take the benefit of collateral usage without the permission of râhin.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Yasin, Noer | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Gaden Sawah; Hukum Islam; Farming Fields Mortgage; Islamic Law | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Imam Rohmanu | ||||||
Date Deposited: | 24 Jul 2017 16:04 | ||||||
Last Modified: | 24 Jul 2017 16:04 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/7157 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |