Fanani, Zainal (2009) Fatwa dalam perspektif yuridis normatif: Kajian atas posisi dan akibat Hukum Fatwa MUI. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Text (Fulltext)
04210027.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (367kB) | Request a copy |
Abstract
ABSTRAK
Fatwa merupakan salah satu instrumen dalam rangka pengembangan hukum Islam di Indonesia. Fatwa atau ifta’ adalah penjelasan tentang hukum syar’i dari suatu permasalahan umat yang merupakan suatu jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Sedangkan orang yang melakukan tugas ini disebut dengan mufti. Ia adalah seorang yang mengetahui tentang hukum-hukum syari’ah, berbagai persoalan, kejadian dan telah dianugerahi dengan ilmu serta memiliki kemampuan untuk mengambil dari dalil-dalil hukum syar’i.
Dengan demikian, berdasarkan pemberi atau yang mengeluarkannya, fatwa dapat berasal dari perorangan yang kapasitasnya sangat dihormati oleh mayoritas umat Islam. Namun ada juga yang dilakukan oleh lembaga, organisasi dan badan kajian Islam, baik nasional maupun Internasional. Selain itu, fatwa juga dikeluarkan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama sebelum berlakunya UU Nomor 7 tahun 1989.
Di Indonesia, fatwa-fatwa hukum Islam secara kelembagaan dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pedoman fatwa MUI ditetapkan dalam surat keputusan MUI Nomor U-596/MUI/X/1997 dalam surat ini terdapat tiga bagian proses dalam menentukan fatwa, yaitu dasar umum penetapan fatwa, prosedur fatwa, teknik serta kewenangan organisasi dalam menetapkan fatwa.
Suatu hal bergejolak dalam jajaran lembaga fatwa di Indonesia adalah fatwa yang mendapat dukungan luas akan menjadi semacam standar normatif. Sementara itu, fatwa yang tak laku di pasaran akan gugur dengan sendirinya. Tapi, pada akhirnya, tak ada sebuah fatwa yang benar- benar diikuti oleh semua penganut Islam. Tidak seperti agama Katolik, Islam sama sekali tak mengenal otoritas puncak yang memegang hak tunggal untuk memberikan kata putus. Dalam Islam, klerikalisme sama sekali tak dikenal. Struktur sosial Islam lebih mirip agama Protestan yang bersifat “poliarkis”, yang kekuasaannya tersebar ke segala penjuru. Dalam Islam tak ada “paus” atau “Vatikan”. Sebuah fatwa bisa saja dibantah oleh fatwa lain. Dalam hukum Islam, fatwa tidak bisa saling membatalkan.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, kedudukan fatwa MUI yang hidup dan berkembang dalam bingkai tata hukum positf di Indonesia masih meninggalkan banyak masalah. Hal ini dikarenakan masih jarangnya penelitian yang mencoba menghubungkan antara fatwa dengan hukum positif dalam sudut pandang yuridis normatif secara intensif dan mendalam. Sebagai obyek dalam penelitian ini adalah teori-teori yang menjelaskan tentang fatwa secara definitif (teori-teori yang diambil dari produk hukum islam secara murni), kedudukan, serta kekuatan hukumnya yang kemudian direlevansikan dengan kedudukan fatwa MUI di Indonesia.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Supervisor: | Dahlan, Tamrin |
Keywords: | fatwa; yuridis normatif; MUI |
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah |
Depositing User: | Nada Auliya Sarasawitri |
Date Deposited: | 19 Jun 2024 14:04 |
Last Modified: | 19 Jun 2024 14:04 |
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/64290 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |