Upaya damai para pihak dalam Sengketa harta bersama (gono-gini) sebagai akibat perceraian: Studi kasus terhadap putusan Pengadilan Agama Malang Nomor 276/Pdt.G/2001/PA.Mlg dan Nomor 354/Pdt.G/2002/PA.Mlg

ABSTRAK

Asas perdamaian telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi tidak sedikit dalam praktek peradilan usaha perdamaian para pihak yang berperkara tidak dilaksanakan oleh para hakim secara optimal di dalam sidang pengadilan. Usaha perdamaian yang dilaksanakan oleh para hakim selama ini (tidak semua) hanya sepintas saja, terkesan sekedar untuk memenuhi formalitas, sehingga tujuan luhur mendamaikan pihak-pihak berperkara sering dinodai oleh praktisi hukum yang menyimpang dari tujuan luhur perdamaian itu sendiri dan telah menjelma dalam bentuk paksaan dan pemerkosaan terhadap pihak-pihak yang berperkara. Bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh praktisi hukum itu persis seperti memperagakan filsafat belah bambu, dimana yang sebelah diinjak dan sebelahnya lagi diangkat kuat-kuat. Dengan bertameng mendamaikan para praktisi hukum di pengadilan siap menjatuhkan palu godamnya, ia melahirkan perdamaian sesuai dengan keinginannya dan keinginan pihak yang diangkatnya, pihak yang diinjak sama sekali tidak didengarnya. Perdamaian yang demikian ini sama sekali tidak melahirkan perdamaian yang sebenarnya, tetapi justru melahirkan permusuhan yang terus berlanjut.

Penelitian ini tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong para pihak untuk berdamai dalam putusan Pengadilan Agama dan untuk mengetahui akibat hukumnya jika para pihak tidak melaksanakan putusan Pengadilan Agama.

Metode Penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Jenis Penelitian ini adalah studi kasus. Sumber data yang didapatkan adalah Hakim Pengadilan Agama Malang, dokumentasi dan sumber pustaka. Prosedur Pengumpulan Data dilakukan dengan observasi, interview dan dokumentasi. Analisis data menggunakan metode deskripsi.

Hasil Pembahasan dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mendorong para pihak untuk berdamai dalam putusan Pengadilan Agama yaitu karena pengaruh hakim, yaitu bahwa mengadakan perdamaian diantara para pihak itu lebih baik daripada memutus suatu sengketa dengan putusan Pengadilan, sehingga dengan adanya perjanjian perdamaian itu, maka diantara para pihak tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah; pengaruh pengacara, bahwa pengacara ikut membantu hakim untuk mendamaikan para pihak secara aktif, baik di dalam sidang pengadilan dan di luar sidang pengadilan; dan pengaruh agama, yaitu berdasarkan surat An-Nisa' ayat 128, dikatakan bahwa perdamaian itu lebih baik daripada melanjutkan perselisihan dan perdamaian itu harus dilakukan secara tulus ikhlas tanpa paksaan; serta dari para pihak sendiri yaitu menikah atas pilihan sendiri tanpa dicarikan orang tua, di pengaruhi keluarga yang keharmonisan lagi diantara para pihak, dan untuk menghemat pikiran, tenaga, waktu dan materi; dan akibat hukumnya jika para pihak tidak melaksanakan putusan Pengadilan Agama adalah tidak ada sanksi hukum secara pasti, tetapi para pihak di tuntut untuk melaksanakan putusan Pengadilan Agama sebagai kewajiban hukum yang mengikat. Apabila salah satu pihak tidak mau melaksanakan putusan Pengadilan Agama, maka pihak yang dirugikan dapat meminta kepada Pengadilan Agama untuk melakukan eksekusi secara paksa.