Fenomena formalisasi Syaklah melalui peraturan daerah

ABSTRAK

Seiring dengan makin terbukanya kran demokrasi di Indonesia pasca runtuhnya Orde Baru pada 1998, tuntutan pembagian dan distribusi kewenangan pusat daerah semakin meningkat. Sehingga pada tahun 1999 melalui لآلا No, 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, proporsi kewenangan daerah melalui kebijakan daerah otonom semakin luas. Otonomi daerah adalah Kewenangan daerah untuk mengatur rumah tangga daerahnya sendiri. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan oleh beberapa daerah di Indonesia diantaranya Pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan dan Kota Tangerang dengan menerbitkan Perda No. 10 tahun 2001 tentang pemberantasan pelacuran di Pasuruan dan Perda No. 8 seri E tentang Pelarangan Pelacuran di Kota Tangerang. Dua Perda ini kemudian menjadi sebagian diantara puluhan Perda di Indonesia yang diidentifikasi sebagai media formalisasi syari’at Islam.

Lahirnya Perda-perda itu pada dasamya bukan merupakan hal baru dalam upaya legalisasi hukum Islam di Indonesia. Setidaknya hal ini telah terwujud jauh sebelum era reformasi dan lahirnya masa لآت tentang Pemerintahan Daerah. Legalisasi itu dapat dilihat pada pp Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, لآل No. 9 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan salah satu produk hukum yang dibentuk pasca Orde Baru adalah لآل٢ Nomor 44 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh yang antara lain berisi kewenangan Aceh untuk memberlakukan Syari’at Islam.

Meskipun lahirnya Perda-perda itu jauh setelah لل dan pp di atas, mun pro kontra lahirnya Perda-perda bemuansa Syari’at itu sangat terasa. Hal ini ditandai dengan penolakan 56 anggota DPR RI atas Perda-perda tersebut. Pro kontra ini lebih disebabkan minimnya informasi secara detil mengenai content dari Perda tersebut yang sebenarnya tidak bertentangan dengan perundang- undangan diatasnya. Munculnya pro kontra atas adanya fenomena formalisasi syari’at Islam inilah yang mendasari penulis untuk melakukan kajian secara mendalam melalui penelitian ilmiah. Dan diharapkan melalui penelitian ini dapat diperoleh gambaran yang utuh dan obyektif dari fenomena itu sehingga pembinaan hukum nasional mulai dari pusat sampai daerah dapat berjalan dengan baik. Dengan menemukan kontruksi dari Perda Kabupaten Pastiruan dan Kota Tangerang ini diharapkan juga akan diperoleh aras pemikiran para cendekiawan di Pasuruan dan tangerang terhadap upaya formalisasi syari’at islam melalui Peraturan daerah.

Guna menjawab persoalan diatas agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, maka dibutuhkan suatu metode penelitian yang tepat pula. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang library reseach. Karena penelitian ini ditujuakan untuk menemukan content dari kedua Perda itu dan dengan cara membandingkan keduanya, maka peneliti menggunakan teknik

.Content Comparatif Analisis <؟١ذ٠ة
Dengan menggunakan metode di atas peneliti dapat menemukan bahwa pada dasamya kedua Perda tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan لال
No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Dalam pada itu melalui penelitian ini ditemukan bahwa aras pemikiran para cendekiawan di kedua daerah tersebut, khususnya yang terwakili melalui Dewan Perwakilan Daerah substantivistik-strukturahstik.