Yuhri, M. Syaifuddin (2003) Masalah Iddah Istri karena Suami Mafqud ditinjau dari Hukum Islam dan Undang-Undang nomor 1 tahun 1974: Studi kasus gugat cerai di Pengadilan Agama Malang. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Text (Fulltext)
98210194.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
ABSTRAK
Sebuah keluarga yang bahagia dan kekal merupakan dambaan bagi semua orang yang melakukan perkawinan sesuai dengan Undang-undang no. 1 tahun 1974. Di dalam rumah tangga ini diharapkan ada keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi suami isteri, sehingga tidak akan timbul perbedaan pendapat yang dapat mengakibatkan suatu permasalahan bagi kehidupan rumah tangganya mengingat permasalahan semakin kompleks bisa saja timbul dan mengganggu kedamaian sebuah keluarga pada masa sekarang ini. Apabila permasalahan tersebut sampai mengganggu kehidupan rumah tangga dan menjadi perselisihan yang sudah tidak dapat dicari jalan penyelesaian kecuali bercerai. Meskipun perceraian adalah suatu yang halal tetapi paling dibenci oleh Allah SWT. Untuk itu pasangan suami isteri diharapkan tidak bercerai secara terburu-buru ataupun bercerai tanpa alasan yang jelas.
Penulis kali ini ingin mengemukakan persoalan tentang penetapan suami mafqud dan ketentuan masa iddah isterinya. Adapun yang dimaksud dengan iddah baik di dalam KHI maupun Undang-undang no. 1 tahun 1974 tidak kita temukan, namun yang ada adalah waktu tunggu. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 ayat 1 yang berbunyi: bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu. Akan tetapi secara eksplisit tidak disebutkan adanya ketentuan waktu tunggu isteri karena suami mafqud.
Hal lain yang menarik untuk dikaji dalam skripsi ini adalah bahwa dalam perjalanan hidup seorang wanita yang statusnya masih manjadi isteri yang sah secara hukum, namun dalam kenyataannya dia tidak mendapatkan nafkah dari suaminya, baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Padahal hal itu merupakan hak seorang isteri atas suaminya. Sedangkan disini suami sudah tidak memiliki niatan lagi untuk bertanggung jawab terhadap isterinya, terbukti keberadaan suami tidak diketahui baik dari pihak keluarga laki-laki maupun perempuan. Disamping itu suami juga tidak pernah mengirim kabar berita sama sekali terhadap isterinya sehingga dari pihak isteri tidak mengetahui apakah dia masih hidup atau sudah mati.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Pengadilan Agama Malang, bahwa isteri yang ditinggal hilang suaminya bisa mengajukan gugat cerai ke Pengadilan Agama dengan ketentuan si isteri harus membawa dua orang saksi (Islam, dewasa, adil) serta membawa surat-surat yang diperlukan (surat nikah, surat jalan dari kepala desa, dan lain sebagainya). Setelah gugatan diterima oleh pengadilan dan para saksi diperiksa beserta surat-surat buktinya maka berkaitan dengan suami yang mafqud ini pengadilan Agama Malang dalam pengaturan atau penyelesaian perkara dianalogikan dengan cara taklik talak. Sehingga dalam menentukan masa iddahnya pun dengan menggunakan iddah talak yakni 3 kali suci atau sekurang-kurangnya 90 hari terhitung sejak jatuhnya putusan pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Yang menjadi dasar pijakan hakim untuk menangani perkara iddah isteri karena suami mafqud adalah pasal 39 ayat 2 sub (b) dan diulang dalam Peraturan Pemerintah no. 9 tahun 1975 pasal 19 sub (b) yang berbunyi : salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. Selain pertimbangan yuridis hakim juga mempertimbangkan ketidakhadirannya pihak tergugat atau kuasanya pada hari sidang dan tidak pula mengirimkan jawaban gugatan meski telah dipanggil secara patut, sehingga dapat diputus secara Verstek.
Untuk itu diharapkan agar Pengadilan Agama Malang di dalam menangani kasus isteri yang suaminya mafqud ini hendaknya lebih memperhatikan atau melindungi nasib kaum isteri dari kesulitan suami yang mafqud. Disamping itu para hakim Pengadilan Agama selain mengadakan suatu pembuktian tentang suami yang mafqud ini dengan seteliti-telitinya juga mempergunakan dasar-dasar pertimbangan hukum mana yang lebih bijaksana agar isteri tidak mendapat perlakuan sewenang-wenang dari suaminya.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Supervisor: | Hamidah, Tutik |
Keywords: | iddah istri; suami mafqud; hukum Islam; undang-undang nomor 1 tahun 1974 |
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah |
Depositing User: | Nada Auliya Sarasawitri |
Date Deposited: | 21 Dec 2023 11:05 |
Last Modified: | 21 Dec 2023 11:05 |
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/58983 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |