Roidah, Roidah (2001) Faktor-faktor penyebab Wali Mujbir menolak menjadi Wali Nikah: Studi kasus Wali Adhal di Pengadilan Agama Bangil Kabopaten Pasuruan. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
![]() |
Text (Full text)
97250289.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (2MB) | Request a copy |
Abstract
ABSTRAK
Perkawinan rnerupakan suatu kebutuhan yang fitrah pada diri setiap manusia sebagai makhluk Allah, karena setiap makhluk yang diciptakan oleh Allah ada1ah untuk berpasang-pasangan. Sehubungan dengan hal ini jelas terlihat dari arti perkawinan itu sendiri yang terdapat dalam pasal 1 Undang-undang Nomor I Tahun 1974, dimana disebutkan bahwa "perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Bagi orang yang beragama Islam perkawinan adalah merupakan sunnah Rosul. Lebih jelas lagi bahwa perkawinan menurut agama Islam adalah perikatan antara wali perempuan (calon istri) dengan suami perempuan itu, bukan perikatan antara seorang pria dengan seorang perempuan saja. Jadi akan lebih baik jika yang menikahkan atau yang mengucapkan ijab itu adalah orang tua laki-laki (ayah) dari mempelai wanita itu sendiri jika masih ada. Sebab dalam urutan wali nikah ayah adalah urutan pertama. Sebenarnya perkawinan itu juga merupakan suatu kehendak kemanusiaan serta pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani. Agar perkawinan yang dilakukan oleh orang yang beragama Islam tersebut sah menurut hukum Islam dan Undang-undang Nomor l Tahun 1974, maka perkawinan yang dilakukan tersebut harus memenuhi ketentuan syarat dan rukun sahnya suatu perkawinan yang telah ditetapkan oleh hukum Islam dan Undang-undang Nomor l Tahun 1974.
Ketentuan rukun dan syarat perkawinan merupakan penentu sah atau tidaknya suatu perkawinan. Oleh karena itu ketiadaan syarat atau rukun perkawinan akan menyebabkan tidak sahnya perkawinan tersebut. Salah satu permasalahan yang berhubungan dengan syarat dan rukun perkawinan yaitu calon pengantin yang tidak diberi ijin kawin oleh wali nasabnya untuk melakukan perkawinan. Dari permasalahan tersebut pemohon mencoba untuk menyelesaikan dengan mengajukan permohonan tentang wali adhal ke Pengadilan Agama.
Permohonan wali adhal di sini mempunyai arti bahwa wali nikah (wali nasab) dari pemohon ditetapkan sebagai wali adhal yaitu wali yang enggan untuk menikahkan anaknya. Dalam hal ini penulis mengambil judul tentang faktor-faktor penyebab wali mujbir menolak untuk menjadi wali nikah dan bagaimana pengajuan permohonan wali adhal ke Pengadilan Agama dan persidangannya di Pengadilan Agama Bangil, juga menetapkan wali adhal di Pengadilan Agama Bangil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab wali mujbir menolak (enggan menjadi wali nikah) digolongkan menjadi tiga faktor yaitu faktor sosial, faktor ekonomi, dan faktor lain-lain. Dari faktor sosial antara lain tentang tingkat pendidikan yang rendah dari calon suami pemohon, berstatus duda beranak dan akkak pemohon belum kawin. Sedangkan dari faktor ekonomi yaitu tentang pekerjaan calon suami dan kedudukan/tingkat ekonomi yang tidak sepadan. Untuk faktor-faktor lain yaitu tidak menyukai keadaan fisik calon suami.
Permasalahan yang dihadapi oleh calon mempelai di atas adalah ijin dari wait nikah (wali mujbir) dimana untuk memperoleh ijin dari wali nikah digolongkan menjadi 2 golongan yaitu karena wali nasab tidak menghendaki perkawinan tersebut dilangsungkan. Juga karena keadaan yang ada yang menyebabkan wali nasab bertindak menjadi wali nikah dan wali nikah itu sendiri tidak menghendaki perkawinan tersebut berlangsung.
Untuk permasalahan kedua dari uraian di atas pemohon mengajukan permohonan wali adhal melalui KUA yang ditujukan kepada Pengadilan Agama Bangil untuk menetapkan wali mujbir benar-benar enggan untuk menjadi wali nikah. Untuk berlangsungnya perkawinan antara. kedua mempelai tersebut tergantung putusan hakim menerima atau menolak permohonan tersebut. Apabila permohonan wali adhal diterima oleh pengadilan, maka kedua calon mempelai dapat melangsungkan perkawinannya berdasarkan hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Apabila permohonan wali adhal ditolak oleh pengadilan maka kedua calon mempelai tidak dapat melangsungkan perkawinannya karena melanggar syarat dan rukun perkawinan.
Permasalahan ketiga dapat ditarik kesimpulan bahwa pertimbangan hakim dalam memutuskan adhalnya wali benar-benar memperhatikan prosedur yang ada (seperti halnya perkara yang lain), dengan menganjurkan untuk berdamai lebih dahulu dan membatalkan permohonan tersebut. Pertimbangan hakim dalam memutuskan wali adhal, hakim memperhatikan apakah kedua calon mempelai tidak ada larangan perkawinan untuk melangsungkan perkawinan. Juga memperhatikan alasan wali mujbir menolak menjadi wali nikah apakah benar-benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum Islam. Bahwa perkawinan harus berdasarkan pada hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 serta tidak boleh melanggar syarat serta rukun perkawinan, maka perkawinan tersebut dianggap sah.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Supervisor: | Tamrin, Dahlan |
Keywords: | wali mujbir; wali nikah |
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah |
Depositing User: | Nada Auliya Sarasawitri |
Date Deposited: | 30 Nov 2023 13:58 |
Last Modified: | 30 Nov 2023 13:58 |
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/58289 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
![]() |
View Item |