Zainuddin, Mohammad (2007) Majelis ulama Indonesia sebagai lembaga Ijtihad Jama’i di Indonesia: telaah atas metode Istinbath komisi fatwa MUI dan penggunaannya. Undergraduate thesis, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Text (Fulltext)
00210061.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (5MB) | Request a copy |
Abstract
ABSTRAK
Kehadiran lembaga ijtihad yang ber-back groud sektarian, tidak dapat mencerminkan, mewakili aspirasi berbagai golongan dan mempersatukan umat Islam. Maka, dibutuhkan lembaga ijtihad yang mewakili dan melibatkan semua golongan umat Islam yang ada di Indonesia. Selain untuk mempersatukan umat Islam, lembaga ini juga sebagai wadah yang mewakili seluruh aspirasi umat Islam dari berbagai golongan. Lembaga ijtihad yang dapat mewakili dan menampung aspirasi dari berbagai golongan ini adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode istinbath Komisi Fatwa MUI, dan konsistensi metode istinbath MUI. Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang peneliti peroleh melalui analisis langsung terhadap produk ijtihad Komisi Fatwa MU. Dan data sekunder peneliti peroleh dari hasil penelitian, yang dipublikasikan ataupun tidak dipublikasikan. Data-data tersebut peneliti kumpulkan dengan teknik studi dokumen atau bahan pustaka. Setelah semua data terkumpul, data-data tersebut diolah dengan cara diperiksa kembali, editing, pengklasifikasian atau organizing data, dan mencatat data.
Dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa Komisi Fatwa melakukan istinbath berpijak pada Pedoman Penetapan Fatwa. Dalam Pedoman Penetapan Fatwa disebutkan bahwa setiap produk ijtihad yang dilakukan harus berlandaskan a!-Qur’an, Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Beberapa sumber hukum lain, baik yang sudah disepakati ulama atau masih diperdebatkan, juga dipergunakan. Pendapat para pakar yang berkaitan dengan masalah, akan dipertimbangkan.
Niun, MUI tidak selalu konsisten berpijak pada sumber-sumber hukum tersebut. Fatwa tentang perkawinan beda agama-nya MUI berbeda dengan nash'. MUI mengharamkan yang dihalalkan nash, yaitu perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab, berdasarkan ke-mashlahah-an. tetapi, fatwa kewarisan beda agama, MUI menyatakan keharamannya sebagaimana dalil dalam Sunnah. Pada fatwa tentang faham liberalisme, sekularisme, dan pluralisme agama, MUI tidak menghadirkan dan mendengarkan pendapat para pakar, sebagaimana dalam fatwa-fatwa yang membutuhkan penjelasan dari pakarnya. Sertifikasi makanan halal dilakukan MUI dengan membentuk Lembaga Pengkajian Pangan, Obat- obatan dan Kosmetika (LPPOM). LPPOM membantu Komisi Fatwa mengkaji komposisi makanan/minuman, obat-obatan dan kosmetika sebelum dikeluarkan sertifikat halal. Untuk aliran-aliran Islam, tidak ada kriteria khusus untuk menentukan bahwa aliran tersebut sesat. Berdasarkan aliran-aliran yang dianggap sesat MUI, kesesatan meliputi: (a) mengakui nabi sesudah nabi Muhammad, seperti Ahmadiyah Qadiyah, (b) tidak mengakui legalitas hukum selain dari atau ada ahli bait yang terlibat, seperti Syi’ah, (c) eksklusif dan memutuskan hubungan dengan orang yang tidak sefaham, seperti Darul Hadits, dan (d) percaya bahwa nabi Muhammad memberi mandat seseorang untuk menyempurnakan Islam, seperti Darul Arqam.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Supervisor: | Hamidah, Tutik |
Keywords: | Komisi fatwa MUI; ijtihad jamctiy |
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah |
Depositing User: | Fadlli Syahmi |
Date Deposited: | 30 Nov 2023 13:43 |
Last Modified: | 30 Nov 2023 13:43 |
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/58259 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |