Dhuha, Syamsud (2023) Yurisprudensi pernikahan beda agama di Indonesia: Studi Putusan No.916/Pdt.P/2022/PN.Sby). Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
19210115.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (1MB) | Preview |
Abstract
ABSTRAK
Adanya kasus nomor perkara 916/Pdt.P/2022/PN.Sby yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya. Kasus ini melibatkan pernikahan beda agama yang menjadi pertimbangan pengadilan dalam memutuskan hasil sidang. Pernikahan beda agama menjadi topik yang sensitif dan kompleks karena melibatkan perbedaan keyakinan agama yang berpotensi menimbulkan konflik dalam keluarga. Di Indonesia, terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pernikahan beda agama, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang pernikahan.
Penelitian ini fokus pada pembahasan tentang Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama dalam putusan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby, kemudian fokus pembahasan yang kedua adalah pernikahan beda agama di Indonesia menurut teori humanistik.
Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis empiris yang menggunakan pendekatan perundang-undangan. Data dalam penelitian ini menggunakan data primer yang diambil dari wawancara secara langsung, observasi dan dokumentasi. Kemudian, data sekunder didapat dari sumber kepustakaan seperti buku, jurnal, artikel dan peraturan perundang-undangan.
Hasil dari penelitian ini menerangkan bahwa Hakim menggunakan pendekatan judicial activism dalam memutuskan perkara pernikahan beda agama agar para pemohon merasa adil dan terpenuhi haknya sebagai warga negara, juga diharapkan tidak ada penyelundupan hukum dan tidak boleh ada negara yang melanggar hak konstitusional seluruh warga negara dan hak asasi manusia. Menurut hakim perbedaan agama tidak merupakan larangan untuk melangsungkan pernikahan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 8 huruf (f) Undang- undang pernikahan dan merujuk pada ketentuan Pasal 35 huruf (a) Undang- Undang 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, maka terkait dengan masalah pernikahan beda agama adalah menjadi wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutusnya. Kaitannya dengan teori humanistik adalah bahwasanya manusia memiliki kesadaran atas dirinya sendiri dan mengadakan hubungan dengan orang lain, memiliki pilihan dan bertanggungjawab atas semua pilihannya, dan memiliki kesadaran untuk mencari makna, nilai dan kreativitas. Pada dasarnya setiap manusia memiliki hak untuk memilih dengan siapa akan menikah, dan dengan siapa akan hidup berumah tangga karena inti dari teori humanistik adalah manusia memiliki kebebasan.
ABSTRACT
There is a case number 916/Pdt.P/2022/PN.Sby which occurred at the Surabaya District Court. This case involved an interfaith marriage which was taken into consideration by the court in deciding the outcome of the trial. Interfaith marriage is a sensitive and complex topic because it involves differences in religious beliefs which have the potential to cause conflict within the family. In Indonesia, there are laws and regulations that regulate interfaith marriages, namely Law Number 1 of 1974 concerning Marriage.
This research focuses on discussing the basis for the judge's consideration in granting the request for registration of interfaith marriages in decision Number 916/Pdt.P/2022/PN.Sby, then the focus of the second discussion is interfaith marriages in Indonesia according to humanistic theory.
This research is empirical juridicial legal research that uses a statutory approach. The data in this research uses primary data taken from direct interviews, observation and documentation. Then, secondary data is obtained from library sources such as books, journals, articles and statutory regulations.
The results of this research explain that the judge uses a judicial activism approach in deciding cases of interfaith marriage so that the applicants feel fair and their rights as citizens are fulfilled, it is also hoped that there will be no legal smuggling and no state should violate the constitutional rights of all citizens and human rights. man. According to the judge, differences in religion do not constitute a prohibition on carrying out a marriage as intended in Article 8 letter (f) of the Marriage Law and referring to the provisions of Article 35 letter (a) of Law 23 of 2006 concerning Population Administration, it is related to the issue of different marriages. religion is the authority of the District Court to examine and decide. The connection with humanistic theory is that humans have awareness of themselves and relationships with other people, have choices and are responsible for all their choices, and have the awareness to seek meaning, value and creativity. Basically, every human being has the right to choose who he will marry and who he will live with because the essence of humanistic theory is that humans have freedom.
مستخلص البحث
هناك قضية رقم 916/pdt.p/2022/pn sby. حدثت في محكمة مقاطعة سورابايا. وكانت هذه القضية تتعلق بالزواج بين الأديان، وهو الأمر الذي أخذته المحكمة بعين الاعتبار عند تحديد نتيجة المحاكمة. يعد الزواج بين الأديان موضوعا حساسا ومعقدا لأنه ينطوي على اختلافات في المعتقدات الدينية التي يمكن أن تسبب صراعا داخل الأسرة. في إندونيسيا، هناك قوانين ولوائح تنظم الزواج بين الأديان، وهي القانون رقم 1 لعام 1974 بشأن الزواج.
يركز هذا البحث على مناقشة أسس نظر القاضي في الموافقة على طلب تسجيل الزواج بين الأديان في القرار رقم 916/pdt.p/2022/pn sby ، ثم محور المناقشة الثانية هو الزواج بين الأديان في إندونيسيا وفق المنظور الإنساني. نظرية.
هذا البحث هو بحث قانوني قانوني تجريبي يستخدم المنهج القانوني. تستخدم البيانات في هذا البحث البيانات الأولية المأخوذة من المقابلات المباشرة والملاحظة والتوثيق. ثم يتم الحصول على البيانات الثانوية من مصادر المكتبة مثل الكتب والمجلات والمقالات واللوائح القانونية.
وتوضح نتائج هذا البحث أن القاضي يستخدم منهج النشاط القضائي في الفصل في قضايا الزواج بين الأديان حتى يشعر المتقدمون بالعدالة ويتم استيفاء حقوقهم كمواطنين، كما يؤمل أن لا يكون هناك تهريب قانوني ولا ينبغي للدولة أن تنتهك. الحقوق الدستورية لجميع المواطنين وحقوق الإنسان. وبحسب القاضي فإن اختلاف الدين لا يشكل مانعاً من إجراء الزواج كما هو مقصود في المادة 8 حرف (و) من قانون الزواج وبالإشارة إلى أحكام المادة 35 حرف (أ) من القانون رقم 23 لسنة 2006 في شأن السكان الإدارة، الأمر يتعلق بمسألة الزيجات المختلفة، والدين هو سلطة المحكمة الجزئية للنظر والبت. العلاقة مع النظرية الإنسانية هي أن البشر لديهم وعي بأنفسهم وعلاقاتهم مع الآخرين، ولديهم خيارات وهم مسؤولون عن جميع خياراتهم، ولديهم الوعي للبحث عن المعنى والقيمة والإبداع. في الأساس، لكل إنسان الحق في اختيار من سيتزوج ومع من سيعيش، لأن جوهر النظرية الإنسانية هو أن الإنسان لديه الحرية.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Supervisor: | Badruddin, Badruddin |
Keywords: | pernikahan; beda agama; teori humanistik; marriage; different religions; humanistic theory; الزواج; الأديان المختلفة; النظرية الإنسانية |
Subjects: | 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1801 Law > 180128 Islamic Family Law > 18012820 Nikah Beda Agama (Inter-Religious Marriage) |
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah |
Depositing User: | Syamsud Dhuha |
Date Deposited: | 02 Jan 2024 10:33 |
Last Modified: | 02 Jan 2024 10:33 |
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/58090 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |