Menggagas paradigma pendidikan IPS di tengah Dinamika Globalisasi

ABSTRAK

Era globalisasi menuntut sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk menjadi kompetitor unggul di segala bidang. Salah satu pembinaan SDM yang paling urgen adalah melalaui jalur pendidikan. Pendidikan di Indonesia selama ini lebih condong kepada ilmu eksakta dan teknologi, sehingga keberadaan pendidikan IPS kurang dihargai. Karena keberadaannya yang "didiskreditkan" itulah perkembangan pendidikan IPS bisa dikatakan jalan ditempat. Pada hal urgensinya tidak perlu disangsikan dalam kehidupan manusia menyangkut perannya di masyarakat. Mengingat urgensi pendidikan IPS dan kondisinya yang memprihatinkan, mau tidak mau pendidikan IPS harus "mawas diri" apalagi di era globalisasi yang sarat dengan tantangan sekaligus peluang yang menjanjikan.

Menyikapi fenomena di atas perlu dirumuskan bagaimana stretegi atau cara agar pendidikan IPS mampu menjawab tantangan di era globalisasi, sehingga eksistensinya sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang selama ini dianggap kurang/tidak penting diakui dan dirasakan manfaatnya oleh khalayak.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, dimana hasil penelitian tidak berupa angka-angka melainkan dalam bentuk interpretasi dan kata-kata. Melalui pendekatan studi pustaka (library study research) dan metode dokumentasi penulis mencoba mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan content analysis yaitu memilah-milah data yang terkumpul untuk dianalisa isinya sesuai dengan yang dibutuhkan. Untuk mempermudah pembahasan penulis menggunakan metode deduksi, induksi, komparasi dan interpretasi. Melalui satu kesatuan metode di atas penulis berusaha merumuskan gagasan mengenai paradigma pendidikan IPS untuk jenjang pendidikan dasar (khususnya SMP/MTs) di tengah dinamika globalisasi.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kurikulum pendidikan IPS sangat mengedepankan pendidikan intelektual dan mengabaikan pendidikan spiritual dan emosional. Pada hal untuk menghadapi era global pendidikan intelektual saja tidak cukup. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa untuk menghadapi era globalisasi peserta didik tidak cukup hanya dibekali dengan kecakapan hidup (life skill) yang mewakili pembinaan kedewasaan intelektual, tetapi juga harus dibekali dengan agama yang mewakili pembinaan spiritual dan emosional. Kalau kecakapan hidup (life skill) dibutuhkan peserta didik untuk menghadapi kehidupannya di masyarakat dengan segala problematikanya dengan keterampilan yang dimilikinya dan secara proaktif dan kreatif mampu mengatasinya dan mencari solusi terbaik, maka agama sebagai sandaran vertikal dimaksudkan untuk menjadi pedoman hidup dan pengontrol tindakan manusia agar tidak menyimpang dari batas-batas manusiawi dan norma-norma etis yang telah digariskan sang pencipta.

Dengan demikian, melalui pendidikan IPS yang membekali peserta didiknya dengan kecakapan hidup (life skill) yang mewakili pembinaan kedewasaan intelektual dan agama yang mewakili pembinaan kedewasaan spiritual dan emosional diharapkan dapat membentuk peserta didik menjadi insan kamil atau insan paripurna yang tidak hanya bisa eksis dan survive dalam komunitas masyarakatnya tetapi juga menjadi kompetitor unggul di tengah dinamika globalisasi dengan tetap berpedoman pada nilai-nilai substansial agama demi perdamaian, keamanan dan "terpeliharanya" dunia sebagai amanah dari Allah yang harus dijaga dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya oleh manusia selaku pemimpin di muka bumi (khalifah fil ard).