Haji, Ikhwan (2004) Keabsahan saksi keluarga dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota Malang Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Text (Fulltext)
99210823.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (1MB) | Request a copy |
Abstract
ABSTRAK
Menurut UU. No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan tidak hanya dilihat dari aspek formal semata, akan tetapi perlu dilihat dari aspek agama dan sosial. Namun dalam perjalanan menjalani bahtera kehidupan keluarga, tidak jarang jika ada suami dan istri terjadi percekcokan atau perselisihan yang ujung-ujungnya mengarah pada perceraian. Dalam pemeriksaan perkara perceraian di Pengadilan Agama, dibutuhkanlah alat bukti. Alat bukti dalam hal ini sering melibatkan keluarga untuk dijadikan saksi. Ketentuan pasal 145 ayat (1) HIR, telah dijelaskan bahwa keluarga sedarah dan keluarga semenda tidak dapat didengar sebagai saksi. Namun ketentuan pasal 76 ayat (1) UU. No. 7 Tahun 1989, menjelaskan bahwa apabila gugatan perceraian karena perselisihan yang terus menerus, maka harus didengar keterangan saksi dari pihak keluarga. Begitu juga dengan ketentuan pasal 22 ayat (2) pp. No. 9 Tahun 1975, bahwa gugatan dapat diterima jika jelas-jelas terdapat perselisihan dan pertengkaran dan telah mendengar dari keluarga atau orang-orang terdekat dengan suami istri. Hal inilah seakan-akan ada pertentangan antara pasal 145 ayat (1) HIR, pasal 76 ayat (1) لال. No. 7 Tahun 1989 dan pasal 22 ayat (2) pp. No. 9 Tahun 1975. Sedangkan kandungan surat An-Nisa' ayat 135 menjelaskan bahwa diharapkan untuk menjadi saksi karena Allah SWT, baik' terhadap diri sendin, ibu, bapak dan kaum kerabat dengan tidak memutarbalikkan kata-kata atau enggan untuk menjadi saksi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapat-pendapat Hakim Pengadilan Agama Kota Malang berkaitan dengan keabsahan saksi keluarga dalam perkara perceraian No. 02/Pdt.G/2003/PA.Mlg, perspektif hukum Islam dan hukum positif.
Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian bersifat diskriptif dengan pendekatan konseptual dan analisis terhadap permasalahan yang diambil dengan mengkorelasikan data-data di lapangan. Adapun data-data yang diperoleh dengan metode interview atau wawancara dan dokumentasi. Interview atau wawancara dilakukan dengan Hakim Pengadilan Agama Kota Malang sebagai responden.
Pada dasamya Hakim Pengadilan Agama Kota Malang telah berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan pasal 76 ayat (1) UU. No. 7 Tahun 1989 dan pasal 22 ayat (2) PP. No. 9 Tahun 1975. Pemeriksaan saksi dari pihak keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri akan lebih bisa menyelesaikan permasalahan, walaupun terkadang dikhawatirkan adanya pembelaan terhadap salah satu pihak dan merugikan pihak lawannya. Namun pembuktian di lapangan menyatakan lebih efektif jika telah didengar keterangan saksi dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri. Disisi lain keluarga sedarah dan keluarga semenda tidak boleh ditolak untuk undur diri dari pemberian penyaksian. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 146 ayat (1) HIR. Jika ditelaah secara mendalam ketentuan pasal 76 ayat (1) لال. No. 7 Tahun 1989 dan pasal 22 ayat (2) pp. No. 9 Tahun 1975 telah sesuai dengan kandungan surat An-Nisa' ayat 35.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Supervisor: | Saifullah, Saifullah |
Keywords: | Keabsahan; Saksi Keluarga |
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah |
Depositing User: | Koko Prasetyo |
Date Deposited: | 25 Aug 2023 13:59 |
Last Modified: | 25 Aug 2023 13:59 |
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/56040 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |