Mitos Segoro Getih sebagai Larangan Penentuan Calon Suami atau Istri di Masyarakat Ringinrejo Kediri: Studi Akulturasi Mitos dan Syari’at

ABSTRAK

Di desa Ringinrejo yang mayoritas masyarakatnya muslim mempunyai adat budaya (tradisi) dalam proses penentuan calon suami atau istri, yaitu penentuannya harus berdasarkan pada ketentuan adat yang secara turun temurun dianutnya. Dari penentuannya itu tidak sesuai dengan syari’at Islam, masyarakat Ringinrejo menyebutnya dengan percaya pada mitos. Adapun mitos-mitos yang menjadi ketentuan adat sebagai penentuan calon suami istri adalah: mitos ,,segoro getih", mitos melangkah aratan, mitos wuwung telu, mitos yang mana nama desanya huruf depannya sama, mitos keluarga yang tidak sempurna, mitos rumah yang menghadap ke utara jalan-ke selatan jalan. Semuanya itu yang paling dominan dianutnya adalah mitos "segoro getih". Namun dari larangan-larangan tersebut ada juga penolah bala’ sebagai ikhtiar supaya bisa tetap dilaksanakannya, diantara penolak bala’ tersebut adalah: dengan cara membuang ulung-ulung, ditemu, mantu dadi siji. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pendapat masyarakat Ringinrejo tentang mitos "segoro getih" serta bagaimana sistem akulturasi mitos dan syari’at dalam konsep perkawinan masyarakat Ringinrejo.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana mitos "segoro getih" dilaksanakan, untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat desa Ringinrejo lebih percaya pada mitos, menjelaskan sistem akulturasi budaya lokal-Islam. Adapun penelitiannya menggunakan paradigma antropologi hukum, jenis penelitian menggunakan penelitian sosiologis dan pendekatannya: kualitatif. Adapun metode pengumpulan data diambil dari sumber data penelitian yaitu data primer melalui wawancara kepada orang-orang yang percaya kepada mitos dan sudah melanggarnya, kemudian data sekunder wawancara dengan orang-orang yang percaya dan belum melanggarnya. Sedangkan analisis datanya menggunakan data deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian bahwasanya masyarakat lebih memepertahakan mitos dari pada syari’at Islam, mereka beralasan bahwa percaya pada mitos (warisan budaya leluhur) merupakan suatu kepercayaan yang harus dipatuhi dan dilestarikan secara turun temurun sehingga menjadi peraturan adat tetap di desanya. Untuk kreteria penentuan di desa Ringinrejo tidak sesuai dengan ketentuan penentuan calon suami istri yang telah disyari’atkan oleh Islam. Adapun sistem akulturasinya adalah: keduanya tidak ada perpaduan artinya fakta agama (syari’at) lebih didoktrin, dimasuki oleh fakta yang budaya (tradisi) nenek moyang. Untuk kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa masyarakat Ringinrejo melakukan semua ini demi keselamatan dirinya dan keluarganya, serta mereka lebih mempertimbangkan baik buruknya dikemudian hari.

ABSTRACT

In Ringinrejo village that majority of villagers are Moslem has a certain culture in nuptial for determine a husband or wife which have to same with their culture that has been followed by hereditary. Their nuptial for determine a couple is not compatible with the rules of Islam (syari’at Islam) but the villagers call it with myth. Even though those myths become a culture as determinant for determine a couple are ,'segoro getih”, melangkah aratan, wuwung telu, and myth for the village which has the same first letter, imperfect family myth, and also myth for the house which face to the north and south street. All those myths which have a dominant follower are segoro getih myth. However, from that prohibition there are ways to refrain from that prohibition in order to do the wedding party. Among the ways to refrain that prohibition are by throw ulung-ulung, ditemu, mantu dadi siji. However, the problems of this study are: How are the Ringinrejo villager opinions about "segoro getih" myth and How are the myth acculturation system with the rules of Islam in Ringinrejo villager marriage concept.

The significances of this study are the researcher wants to explain how ”segoro getih” myth executed, to explain factors that influence Ringinrejo villager to trust the "segoro getih” myth, to explain culture acculturation system local Islam. This study uses the anthropology paradigm law, the type of this research are sociologies research and qualitative approach. However, for collecting the data the researcher took from primary data by interviewing villager whom believe to the myth and have impinge, and also from secondary data by interviewing villagers whom believe to the myth and haven't impinge. For analyzing the data the researcher uses descriptive qualitative data.

Based on the result of this research that villagers more defend the myth than rules of Islam (syariat Islam), they assume that they have to believe in myth because myth represent heritage from ancestor which have to obeyed and preserved so myth become rule in their village. For determine a couple criteria in Ringinrejo is inappropriate with what have been made by Islam religion. For the acculturation are: both myth and rules of Islam aren't the same, it means religion fact has more doctrined by cultural fact. The summaries of this research are: Ringinrejo villagers do those activities for save themselves and their family and also give more attention about good and bed condition in the future.