Responsive Banner

Penolakan oleh Anak terhadap Tradisi Jawa yang dipercaya oleh Orang Tua dijadikan sebagai alasan bagi Wali untuk Adhol dalam Perkawinan putrinya: Studi kasus No. 17/Pdt.P/2004/PA.Bl

Fahruddin, Fahruddin (2005) Penolakan oleh Anak terhadap Tradisi Jawa yang dipercaya oleh Orang Tua dijadikan sebagai alasan bagi Wali untuk Adhol dalam Perkawinan putrinya: Studi kasus No. 17/Pdt.P/2004/PA.Bl. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

[img] Text (Fulltext)
01210063.pdf - Accepted Version
Restricted to Repository staff only
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (15MB) | Request a copy

Abstract

ABSTRAK

Pernikahan merupakan salah satu syariat Islam yang memiliki syarat serta rukun yang harus dipenuhi oleh seseoarang yang akan melangsungkan pernikahannya. Diantara rukunnya adalah wah’ yang harus ada dalam setiap pernikahan seseorang. Oleh karena pentingnya wali maka ketika wali nasab tidak ada atau tidak diketahui keberadaanya atau adhol maka wali bisa digantikan oleh wali hakim dengan penunjukan resmi dari Pengadilan Agama setempat. Jika wali yang berhak dalam pernikahan bertengkar maka hak perwaliannya berpindah kepada penguasa atau sulthon. Dalam kehidupan seahari-hari tidak semua wali mau menjadi wali dalam pernikahan anaknya dari sini akan muncul yang namanya wali adhol yaitu wali yang tidak mau atau enggan untuk menjadi wali dalam pernikahan anaknya. Jika terjadi hal semacvam ini maka yang bisa dilakukan anak untuk mendapatkan wali dalam pernikahannya adalah mengajukan permohonan wali adhol ke Pengadilan Agama dimana dia berdomisili. Dalam masyarakat biasanya ada bebrapa hal yang dijadikan alasan sebagai wali kenapa dia adhol diantaranya adalah tradisi atau adat yang dipercaya oleh sebagian masyarakat yang sampai sekarang masih dipegang, sepereti karena rumahnya masih saling berhadapan atau searah. Oleh karena adholnya wali hanya didasarkan pada adat sedangkan anak sudah tidak percaya lagi terhadap adat yang dianut walinya, dari sini kemudian anak mengajukan permohonan wah' adhol ke Pengadilan Agama. Dari fenomena ini kemudian memunculkan pertanyaan, apakah penolakan terhadap tradisi perkawinan bisa dijadikan sebagai alasan wali adhol, alasan apa saja yang bisa dibenarkan oleh Pengadilan Agama sebagai alasan wali adhol.

Pernikahan dalam persepsi Islam adalah suatu akad atau perjanjian yang mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan sukarela dan kerelaan keduabelah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih saying dan ketentraman yang diridhoi Allah SWT. Disamping perkawinan sebagai salah satu cara untuk menghalalkan hubungan seksual, perkawinan juga merupakan pembatasan hak serta kewajiban serta adanya tolong menolong antara seseorang dengan lainnya. Dalam perspektif adat perkawinan merupakan sebuah upacara penyatuan jiwa, menjadi sebuah keluarga yang memiliki ikatan perdata juga adat serta memiliki ikatan kekeluargaan dan juga ketetanggaan. Wali dalam perkawinan merupakan orang yang berhak menikahkan anak yang berada dibawah perwaliannya. Wali merupakan keluara terdekat dari pihak mempelai wanita dalam hubungan nasab. Orang yang berhak menjadi wali dalam pernikahan adalah; ayah, datuk yaitu ayah dari ayah, saudara laki-laki seibu sebapak atau sebapak saja, saudara laki-laki ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak atau sebapak saja, anak laki-laki dari paman, paman dari bapak, anak laki-laki paman dari bapak, paman dari kakek, anak laki-laki dari paman dari kakek, hakim.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus (case study). Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu berupaya untuk mendeskripsikan suatu gejala atau peristiwa yang terjadi pada masa sekarang atau mengambil masalah sebagain٦ana adanya pada saat penelitian dilaksanakan.

Pernikahan merupaka peristiwa yang sangat sacral dan juga merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan sesorang. Dalam pernikahan ijin harus ada dari pihak wali, sehingga jika wali adhol maka calon mempelai bisa mengajukan permohonannya ke Pengadilan Agama dimana dia berdomosili. Yang dilakuka seseorang untuk memperoleh keputusan wali adhol dari Pengadilan adalah mendaftarkan perkaranya di Pengadilan. Pengadilan akan memeriksa perkara tersebut apakh yang menjadi alsan wali untuk adhol bisa diteima atau tidak baik oleh hukum Islam maupun undang-undang yang berlaku di Indonesia. Menurut hakim Pengadilan Agama ada bebrapa alasan dimana seorang wali diperbolehkan adhol diantaranya adalah; seorang laki-laki calon mempelai bukan beragama Islam, diketahui suka mabuk, sebagai pengedar atau pemakai narkoba, suka berjudi, sedang dihukum penjara, suka berbuat maksiat. Disamping itu ada bebrapa hal lagi yang bisa dibenarkan sebagi alasan wali untuk adhol yaitu karena hubungan darah atau hubungan nasab. Teradisi yang dianut oleh sebagian masyarakat tidak bisa dijadikan sebagai alasan wali adhol. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali dalam pernikahan setelah adanya putusan Pengadilan Agama. Dalam pelaksanaan pernikahan wali hakim tidak mutlak langsung menikahkan tetapi masih mempertanyakan kepada wali nasab kesediannya menjadi wali dalam pernikahan tersebut, jika wali nasab tetap adhol maka wali hakim yang akan menikahkan.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Supervisor: Roibin, Roibin
Keywords: Perkawinan; Wali; Adhol; Wali Hakim
Departement: Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah
Depositing User: Moch. Nanda Indra Lexmana
Date Deposited: 15 Aug 2023 14:20
Last Modified: 15 Aug 2023 14:20
URI: http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/55745

Downloads

Downloads per month over past year

Actions (login required)

View Item View Item