Fauzan, Ahmad Muflih (2009) Tradisi Tiwah masyarakat Muslim Suku Dayak Ngaju : Studi di Kecamatan Mentaya Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Text (Fulltext)
02210027.pdf - Accepted Version Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (523kB) | Request a copy |
Abstract
ABSTRAK
Tiwah berasal dari bahasa Sangiang, bahasa Sangiang adalah bahasa yang digunakan oleh salah satu kepercayaan di Kalimantan Tengah, yaitu agama Hindu Kaharingan. Bahasa Sangiang biasanya digunakan oleh pemimpin agama Hindu kaharingan untuk memimpin suatu upacara keagamaan. Upacara Tiwah menurut masyarakat Kalimantan Tengah pada umumnya mrnganggap bahwa Tiwah adalah sebuah adat, tetapi menurut masyarakat pemeluk agama Hindu Kaharingan Tiwah merupakan proses mengantarkan arwah atau dalam bahasa dayaknya “Liau” ke surga atau dalam bahasa Sangiangnya mengatarkan ke “Lewu Taau Habaras Bulau Hagasung Intan Dia Rumpang Tulang”, yang berarti sebuah tempat yang kekal atau abadi dan tempat itu berhiaskan emas, permata, belian, dan lain lain.
Upacara Tiwah adalah upacara tertinggi bagi masyarakat suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah. Dalam kepercayaan mereka roh manusia yang meninggal tidak akan kembali dan bersatu dengan penciptanya tanpa melalui upacara Tiwah. Dalam pelaksanaanya banyak sekali urutan upacara yang harus dilakukan oleh pelaksana upacara Tiwah ini maupun para anggota pendukung upacaranya. Upacara ini dapat dkatakan terdapat unsur-unsur supranatural karena memang upacara ini adalah mempersatukan roh, oleh sebab itu urutan dalam pelaksanaannya tidak boleh diubah sekehendak hati namun harus sesuai dengan Talatah/ aturan upacara yang sudah ada dan tertulis.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan field research (penelitian lapangan) dan deskriptif kualitatif sebagai jenis dan pendekatannya dengan menggunakan sumber data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui metode observasi, wawacara dan dokumentasi dengan diolah melalui tiga tahapan dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian pada umumnya, masyarakat Dayak Ngaju mengakui Tiwah sebagai adat yang telah lama hidup ditengah-tengah denyut nadi kehidupan mereka sehingga sulit ditinggalkan lagi, apalagi dikuatkan dengan mistis masyarakat apabila meninggalkan atau merubah rentetan acara yang telah baku maka akan mendapatkan kutukan/pantangan. Namun, tidak semua masyarakat muslim yang percaya terhadap pernyataan dari beberapa kalangan masyarakat sehingga banyak juga suku Dayak yang beragama Islam meninggalkan acara tersebut atau hanya sebagai penonton kegiatan Tiwah.
Dan masyarakat muslim yang besuku Dayak menganggap acara ini seperti acara perkawinan, banyak masyarakat muslim yang berkunjung ke lokasi acara, ada yang hadir sebagai tamu undangan, dan ada juga yang hadir sebagai penonton. Namun, keberadaan acara Tiwah tidak menganggu kenyamanan masyarakat muslim untuk beribadah. Semisal pada saat Gerantung (gong yang dipukul keras dibunyikan terus menerus) dibunyikan, akan dihentikan apabila terdengar adzan berbunyi, sehingga kadang-kadang acara Tiwah tiba-tiba langsung sepi dengan seketika, karena banyak penonton atau tamu yang menjalankan ibadahnya, khususnya pada saat sholat maghrib.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Isroqunnajah, Isroqunnajah | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | suku dayak; tradisi tiwah; masyarakat muslim | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Fadlli Syahmi | ||||||
Date Deposited: | 30 Jan 2023 08:43 | ||||||
Last Modified: | 30 Jan 2023 08:43 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/45538 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |