Upaya Pembinaan Pendidikan Agama Islam untuk Narapidana wanita Pekerja Seks Komersial di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Wanita Malang.

ABSTRAK

“Praktek” prostitusi di Indonesia dewasa ini kian marak dan berkembang dengan pesat di berbagai daerah. Kontrol yang dilakukan pemerintah daerah melalui regulasi kurang diimbangi dengan pemberantasan “praktek” yang sudah berjalan baik oleh aparat maupun oleh masyarakat, bahkan banyak masyarakat yang berusaha melindungi karena merupakan salah satu dari penghidupannya. Para pelaku prostitusi yang terjaring razia akan dikenai sanksi pidana ringan kurungan atau denda.

Lembaga pemasyarakatan merupakan salah satu lembaga yang digunakan sebagai tempat narapidana untuk menjalani hukuman akibat tindakan kriminal yang mereka lakukan. Di dalam lembaga pemasyarakatan tersebut ada berbagai upaya penyadaran akan tindak kejahatan, kriminal atau tindak asusila yang telah dilakukan. Upaya-upaya tersebut dapat berupa pembinaan baik berupa pembinaan keterampilan yang dapat digunakan sebagai bekal bekerja setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan maupun pembinaan pendidikan keagamaan sebagai bentuk penyadaran dan pembinaan moral atau mental spiritual narapidana.

Selama ini pembinaan Pendidikan Agama Islam bagi narapidana PSK di Lembaga Pemasyarakatan bisa jadi satu-satunya kesempatan dalam rangka internalisasi nilai-nilai keagamaan dan moralitas, karena banyak dari narapidana PSK yang sudah keluar lembaga pemasyarakatan tidak mau mengikuti pembinaan lanjutan. Proses pembinaan keterampilanpun juga dianggap tidak efektif diberikan kepada narapidana PSK karena masa pidana yang relatif sangat singkat dan terbatas, yaitu hanya berkisar tiga hari sampai satu bulan saja. Itupun bisa digantikan dengan membayar uang denda bagi yang mampu. Sehingga ketika narapidana sudah keluar dari lembaga pemasyarakatan, maka tidak ada bekal yang cukup untuk meninggalkan “profesi” sebagai PSK.

Selain waktu pembinaan di lembaga pemasyarakatan yang terbatas, faktor ekonomi dan moral merupakan salah satu faktor yang cukup kuat untuk mendorong terus berkembangnya “praktek” prostitusi ini. PSK yang sudah terlanjur menekuni “profesi”nya, akan enggan untuk beralih pekerjaan ataupun berhenti dari “profesi”nya sebagai PSK.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan Pendidikan Agama Islam bagi narapidana wanita Pekerja Seks Komersial di Lembaga Pemasyarakatan, upaya apa saja yang dilakukan dalam upaya meningkatkan pembinaan Pendidikan Agama Islam, serta faktor-faktor yang menjadi penunjang dan penghambat dalam upaya pembinaan Pembinaan Pendidikan Agama Islam bagi narapidana wanita Pekerja Seks Komersial di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Wanita Malang.

Penelitian ini adalah menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif, karena berusaha menggambarkan situasi di lapangan penelitian apaadanya atau secara alamiah. Teknik pengumpulan data digunakan metode observasi, interview dan dokumentasi. Sedangkan untuk analisis data digunakan metode deskriptif normatif, yaitu dengan cara memaparkan data yang telah diperoleh di lapangan untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan dan dibandingkan dengan teori yang sudah ada. Selain itu, untuk mendukung uraian dari keadaan yang sebenarnya di lapangan, di sini penulis sertakan tabel sebagai pelengkap data dengan menggunakan teknik analisis data prosentase.

Hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1) pelaksanaan pembinaan Pendidikan Agama Islam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Wanita Malang dilakukan secara intensif terus menerus setiap hari dengan berbagai kegiatan seperti sholat Dhuhur secara berjamaah yang setelahnya diisi dengan siraman rohani atau Kuliah Tujuh menit dan pembinaan atas hasil kerjasama dengan pihak ke tiga yaitu Departemen Agama Kota dan Kabupaten Malang serta dari DPD Aisyiah Kota Malang. Tujuan pembinaan keagamaan bagi narapidana wanita Pekerja Seks Komersial difokuskan pada pembinaan akhlak dan mental narapidana. 2) Usaha yang dilakukan agar pembinaan Pendidikan Agama Islam berhasil adalah dengan menggunakan berbagai macam metode untuk menghilangkan kebosanan narapidana, serta adanya bimbingan konseling. 3) Faktor penunjang dalam pelaksanaan pembinaan agama bagi narapidana wanita PSK di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Malang antar lain: tersedianya sarana dan prasarana pembinaan keagamaan seperti musholla dan buku-buku keagamaan yang memadai, tersedianya tenaga pembina agama yang cukup baik dari Lembaga Pemasyarakatan sendiri maupun kerjasama dari Departemen Agama Kota dan Kabupaten Malang serta dari DPD Aisyiah Kota Malang. 4) Banyaknya kendala dalam pelaksanaan pembinaan menjadikan pembinaan Pendidikan Agama Islam bagi narapidana wanita Pekerja Seks Komersial kurang mendapatkan hasil yang maksimal, seperti singkatnya masa pidana yang berkisar tiga hari sampai satu bulan saja. Perlu ada upaya-upaya pembinaan lain yang dilakukan di luar Lembaga Pemasyarakatan bagi narapidana wanita Pekerja Seks Komersial setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan agar tidak kembali menekuni “profesi” yang lama, karena tindak prostitusi berdampak luas bagi kehidupan masyarakat, seperti pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial. Jika ada upaya-upaya lain yang masih belum tersampaikan dalam skripsi ini, maka hal itu dapat dijadikan sebagai masukan atau tambahan agar skripsi ini terus berkembang.