Pelaksanaan kua dalam penetapan Wali Nikah terhadap anak perempuan hasil kawin hamil perspektif Maṣlaḥah Mursalah

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pernikahan yang telah didahului kehamilan calon mempelai wanita permasalahan yang timbul di antaranya adalah penentuan hak kewalian dalam pernikahan, ketika anak yang dikandungnya itu berjenis kelamin perempuan. Fikih Islam (klasik) memberi ketentuan bahwa anak yang lahir dari peristiwa kawin hamil hanya dinasabkan pada ibunya dan keluarga ibunya. Sehingga ayahnya tidak berhak menjadi wali nikahnya kelak. Di sisi lain, UU. No. 01 tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI mempunyai pendapat yang berbeda, bahwa anak tersebut adalah sah bagi kedua orang tuanya. Itu berarti bahwa ayahnya berhak menjadi wali nikah dari anak tersebut. Oleh sebab itu dalam menyelesaikan permasalahan penentuan wali nikah bagi anak hasil kawin hamil memang bukan perkara yang mudah dan dibutuhkan kehati-hatian serta kemampuan mengambil keputusan bagi pihak KUA dengan berbagai pertimbangan serta mengeksekusi tindakan yang kiranya sesuai dengan kondisi yang ada secara bijaksana.

Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian empiris dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun sumber data penelitian ini berupa sumber data primer dan sumber data sekunder. Sedangkan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, dalam prosedur penetapan wali nikah bagi anak perempuan hasil kawin hamil nantinya akan diberikan dua opsi, diantaranya wali hakim atau wali nasab. Menggunakan wali hakim berlandaskan fikih madzhab Syafi’i jika anak yang lahir kurang dari 6 bulan setelah pernikahan kedua orang tuanya dan menggunakan wali nasab berlandaskan UU Perkawinan pasal 42 dan KHI pasal 99 meskipun anak tersebut lahir kurang dari 6 bulan usia pernikahan kedua orang tua karena status anak tetap sah jika dilahirkan dalam ikatan perkawinan yang sah. Kedua, kiat-kiat yang dilaksanakan oleh pihak KUA dalam penetapan wali bagi anak perempuan hasil kawin hamil mengandung maslahah yang bertujuan untuk menjaga agama dan menjaga keturunan.

ABSTRACT

This research is motivated by the problem of marriage that has been preceded by the pregnancy of the prospective bride, including the determination of guardianship rights in marriage, when the child she is carrying is female. Islamic jurisprudence (classical) stipulates that a child born from a pregnant marriage is only assigned to his mother and her mother's family. So that his father is not entitled to become his marriage guardian in the future. On the other hand, Law. No. 01 of 1974 concerning Marriage and KHI have different opinions, that the child is legal for both parents. That means that the father has the right to be the guardian of the marriage of child. Therefore, resolving the issue of determining marriage guardians for children of marriage who are pregnant is not an easy matter and requires prudence and the ability to make decisions from the KUA with various considerations and take actions that are appropriate to the existing conditions wisely.

This research is empirical research with a qualitative descriptive approach. The data sources of this research are primary data sources and secondary data sources. While the data collection in this study was done through interviews and documentation.

The results of this study indicate that first, in the procedure for determining marriage guardians for daughters resulting from a pregnant marriage, two choices will be given, namely the judge's guardian or the nasab's guardian. Using a judge's guardian based on the Shafi'i school of thought if the child is born less than 6 months after the marriage of his parents and using a nasab guardian based on the Marriage Law article 42 and KHI article 99 even though the child is born less than 6 months when both parents are married Children still valid if born in a legal marriage bond. Second, the tips applied by the KUA in determining guardians for daughters of pregnant women who are married contain maslahah which aims to protect religion and protect offspring.

مستخلص البحث

خلفية البحث من هذه المناقشة هي مشكلة النكاح التي سبقتها بحابلة الزوجة ومنها عن التعيين حق الولي في النكاح، عند الخبل في بطنها الطفولة. يثبت فقه الإسلامية (السلفية) عن ولدة التي يتولد من زواج الحامل منسوب إلى والدةها و أسرة والدتها فقط. وبذلك يمنع والدها عن ولي نكاحها في المستقبل. وبجانب ذالك، القانون رقم 1 عام 1974 عن الزواج وجمعية الشريعة الإسلامية (KHI) في إندونسي عندهما رأي مختلف، وهي أن الوالدة حق لولديها. وبذلك أن والدها يجوز أن يكون ولي النكاح منها.

هذا البحث هو بحث تجريبي ذو منهج وصفي نوعي. مصادر من هذا البحث يقسم على مصادر البيانات الرئيسية ومصادر البيانات الثنوية. أما طريقة جمع البيانات في هذا البحث من خلال المقابلات والتوثيق.

النتيجة من هذا البحث تكون على التثبيت ولي النكاح لولدة الوليدة من نكاح الزنى عندها اختياران، ومنها ولي الحاكم أو ولي النسب. بناء على الإختياران المقدمة، يتفق الوالدان وولدة على اختيار ذلك. ورؤيته رئيس مكتب الشؤون عن التثبيت ولي النكاح ذلك يتعكز على الحرص باختيار ولي الحاكم حافظا على صحة النكاح وبركاته.