Khatimah, Husnul (2016) Implikasi pembatalan khitbah terhadap mahar “mee ranup” perspektif fiqh: Studi di Desa Cot Jabet Kec. Banda Baro Kab. Aceh Utara. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim.
Text (Fulltext)
12210024.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (1MB) |
Abstract
INDONESIA :
Mee ranup adalah peresmian khitbah dan merupakan tradisi yang sudah turun temurun di desa Cot Jabet. Pada acara ini, pihak keluarga laki-laki datang ke rumah pihak keluarga perempuan bersama rombongannya dengan membawa berbagai makanan khas Aceh dan membawa perhiasan. Adapun perhiasan yang dibawa merupakan bagian dari mahar. Dengan adanya praktik pemberian mahar ketika peminangan, maka akan berimplikasi terhadap terjadinya pembatalan khitbah tersebut.Pada hakikatnya mahar diberikan setelah akad.Akan tetapi tidak ada dalil yang mengharamkan pemberiannya sebelum akad.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian empiris dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Sebagian besar data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagaI literatur.
Dari penelitian ini dapat diambil dua kesimpulan, yaitu: 1). Proses pembatalan mee ranup di desa Cot Jabet dilakukan dengan dua cara, yaitu : a). Pembatalan dari pihak laki-laki dan b). Pembatalan dari pihak perempuan. 2). Status kedudukan mahar meeranup setelah terjadinya pembatalan khitbah perspektif fiqh adalah: a). Jika pembatalan dilakukan oleh pihak laki-laki, maka para imam mazhab sepakat bahwa pihak pembatal boleh meminta kembali mahar tersebut. Akan tetapi, para imam mazhab berselisih pendapat tentang hadiah. Ada yang membolehkan untuk diminta kembali dan ada juga yang tidak membolehkannya. b). Jika pembatalan dilakukan oleh pihak perempuan, maka para imam mazhab sepakat bahwa pihak pembatal harus mengembalikan mahar tersebut, dan pihak keluarga laki-laki juga boleh meminta kembali hadiah yang diberikan ketika mee ranup tersebut.
ENGLISH :
This thesis discusses the given dowry when proposal. So if the marriage contract canceled, it will implicate to the dowry which has been given. In fact the dowry is given after the marriege contract. But there is no evidence that proscribes granting the dowry before it.
Due to the case, researcher conducts this research with the aim to review and describe the implications of granting the dowry "meeranup," again the cancellation of the marriage contract and its legal status which would henceforth be examined according to the four schools of fiqh.This research is anempirical research by descriptive qualitative approach. Most of the primary data in this study were obtained from interview while secondary data were obtained from some literatures.
Finally this research concludes that status of the dowry can be seen from which one whocancel the proposal. If the candidate of groom is the one who cancels it, so he may not ask back the given dowry and gifts when meeranup.But if the candidate of the brideis the one who cancels it, she has to returnthe accepted dowry when “meeranup". The imams of the four schools of fiqh agreed if proposalcanceled by either candidate of the groom or the bride side, the one who proposes may ask back the dowry. While about gifts, the imams have different opinion. Some allowed to ask back, so didn’t some other.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Izzuddin, Ahmad | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Implikasi; MeeRanup; Fiqh; Implication | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Rahmatul Apriyanti | ||||||
Date Deposited: | 03 Aug 2016 10:41 | ||||||
Last Modified: | 03 Aug 2016 10:41 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/3995 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |