Ainaya, Maulida Qorry (2022) Perkawinan dan perceraian penghayat kepercayaan pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 97/PUU-XIV/2016. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
18210176.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (51MB) | Preview |
Abstract
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara multikulturalisme yang mengakui beberapa kultur yang berbeda dan kultur tersebut terkait dengan sistem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Agama yang diakui Indonesia dalam hukum positif yakni agama Islam, Kristen, Khatolik, Budha, Hindu, Konghuchu. Namun legitimasi agama tersebut melewatkan ragam kepercayaan nenek moyang atau dikenal dengan penghayat kepercayaan. Dalam ranah hak konstitusional, para penghayat kepercayaan merasa dirugikan terkait dengan pelayanan administrasi kependudukan yang dalam pengisian kolom agama dikosongkan sehingga penganut penghayat kepercayan kesulitan dalam mencatatkan perkawinannya, kemudian lahirlah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, yang di dalamnya merupakan hasil uji materil dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pasal 61 ayat (1) dan (2), dan pada pasal 64 ayat (1) dan (5). Menyebabkan adanya perbedaan terkait pencatatan dan prosedur perkawinan penghayat kepercayaan, serta implikasi pencatatan perkawinan terhadap perceraian penghayat kepercayaan yang dilihat dari kekuasaan kewenangan yudikatif.
Di Dalam penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan atau statute approach. Peneliti dalam melakukan penelitian menggunakan bahan primer berupa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, selain itu juga menggunakan rujukan yang sesuai dengan pembahasan penelitian berupa literatur atau kepustakaan.
Sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut penghayat kepercayaan tidak mempunyai legalitas perkawinan, sehingga penganut penghayat kepercayaan harus mengaku sebagai salah satu agama yang diakui negara. Dalam hal ini penghayat kepercayaan tidak dapat melakukan pencatatan perkawinan guna sebagai kepastian hukum dalam perkawinan. Sedangkan perceraian terhadap penghayat kepercayaan yang dilihat dari kekuasaan kewenangan yudikatif dilihat dari awal pencatatan perkawinan. Apabila pencatatan perkawinan dilakukan di kantor catatan sipil, jika dilihat dari distribusi kewenangannya, maka instansi yang berwenang dalam menyelesaikan perceraian tersebut adalah Pengadilan Negeri, dan apabila pencatatan perkawinan dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) maka instansi yang berwenang dalam menyelesaikan perceraian tersebut adalah Pengadilan Agama.
ABSTRACT
Indonesia is a multicultural country that recognizes several different cultures and these cultures are related to the belief system of the religious teachings they adhere to. The religions recognized by Indonesia in positive law are Islam, Christianity, Catholicism, Buddhism, Hinduism, and Confucianism.
However, the legitimacy of this religion misses the variety of ancestral beliefs or is known as the adherents of belief. In the realm of constitutional rights, adherents of faith feel disadvantaged related to population administration services which in filling the religion column are emptied so that adherents of religious beliefs find it difficult to register their marriages, then the decision of the Constitutional Court Number 97/PUU-XIV/2016, in which is the result of a trial material from Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration article 61 paragraphs (1) and (2), and Article 64 paragraphs (1) and (5). This causes differences in the recording and procedures for marriages of believers, as well as the implications of recording marriages on divorces of believers in faith as seen from the power of judicial authority.In this study using normative legal research with a statutory approach or statute approach. Researchers in conducting research use primary materials in the form of the decision of the Constitutional Court Number 97/PUU-XIV/2016, besides that they also use references that are in accordance with the research discussion in the form of literature or literature.
After the decision of the Constitutional Court, the government issued Government Regulation Number 40 of 2019 concerning the Implementation of Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration. The discussion in the government regulation is related to procedures and registration of marriages of believers. Prior to the decision of the Constitutional Court, believers in religious beliefs did not have the legality of marriage, so adherents of religious beliefs had to claim to be one of the religions recognized by the state. Meanwhile, the dissolution of the believer as seen from the power of the judicial authority is seen from the beginning of the registration of the marriage. If the marriage registration is carried out at the civil registry office, the agency authorized to settle the divorce is the District Court, and if the marriage registration is carried out at the Office of Religious Affairs (KUA), the agency authorized to settle the divorce is the Religious Court.
مستخلص البحث
المعتقدات الأجداد المتعددات المعلوم بعتبار فاغحياة. علي اندونيسيا دين و معتقد متعددة التى لازمتها بستة دين هي الإسلام و يهودى و كتولك و هندو و بودى و كغحوجو. في وجه الحكمى نقص المعتقدات علي وجه مكتبة السكان.وعلى هذا طلع حكم محكمة الدستورية رقم 97/PUU-XIV/2016 , و فيها بحث حكم الدستورية رقم 23 سنة 2006 لمكتبة السكان فصل 61 اية 1 و 2 وفى فصل 64 اية 1 و 5. واستخلف الإجراء و تسجيل الزواج على المعتقدات و اثر تسجيل الزواج على طلاق المعتقدات حيث تنظر بولاية صنع الدستورية تضمين هذا البحث في البحث الميدانى المعيار بنوع القانونية.
يستخدم الباحث في هذه بحث بمادة أولية في شكل حكم محكمة الدستورية رقم 97/PUU-XIV/2016و مرجع موافق بهذه البحث ايضا هي كتب و أدبيات
قبل وجود حكم محكمة الدستورية المعتقدات الأجداد ليس لازمة لزواج حتى اعتقد المعتقد الدين التى لازمتها السلطان. و الطلاق لمعتقدات التي تنظرقبل تسجيل الزواج بصنع الدستورية. لو استعجل الزواج في مكتب التسجيل فالحكومة التى ولاية لها لحل المشكلة هي محكمة الحكومية و اذا استعجل الزواج في مكتب الدينية فالحكومة التى ولاية لها لحل المشكلة هي محكمة الدينية
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Rahmawati, Erik Sabti | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Perkawinan; Perceraian; Penghayat Kepercayaan; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016; Marriage; Divorce; Believers; Constitutional Court Decision Number 97/PUU-XIV/2016; زواج; طلاق, معتقدات; حكم محكمة الدستورية رقم 97/PUU-XIV/2016. | ||||||
Subjects: | 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1899 Other Law and Legal Studies > 189999 Law and Legal Studies not elsewhere classified | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Maulida Qorry Ainaya | ||||||
Date Deposited: | 25 Jan 2022 14:48 | ||||||
Last Modified: | 10 Apr 2023 11:55 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/33970 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |