Muarif, Moh. Syamsul (2015) Legalitas perkawinan beda agama dalam Undang- undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (FULLTEXT)
13780030.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (3MB) | Preview |
Abstract
INDONESIA:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tidak diaturnya perkawinan beda agama secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga mengakibatkan adanya kekosongan hukum. Sebagai solusi untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, pemerintah mengakomodir perkawinan beda agama melalui Undang- Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Hal itu membuka kemungkinan pengakuan terhadap perkawinan beda agama secara hukum. Namun adanya aturan baru tentang perkawinan beda agama yang sama-sama memiliki kedudukan setingkat dalam perundang-undangan mengakibatkan terjadinya pertentangan norma.
Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah, Pertama menganalisis legalitas perkawinan beda agama menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Undang-Undang No.23 Tahun 2006. Kedua menjelaskan konsekuensi hukum yang ditimbulkan dari terjadinya perkawinan beda agama.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hal ini bertujuan untuk mempelajari lebih jauh terkait dengan pengaturan perkawinan beda agama dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006, serta menganalisis beberapa kasus perkawinan beda agama yang telah terjadi.
Dalam penelitian ini didapatkan beberapa temuan, antara lain; (1) Pasal 35 huruf (a) Undang-Undang Administrasi Kependudukan terkait beda agama merupakan aturan khusus yang mengesampingkan peraturan yang lebih umum, bukan menghapus ketentuan yang lama, sehingga Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan masih berlaku dalam sistem peraturan nasional di bidang perkawinan. Dibuatnya aturan tentang perkawinan beda agama tersebut dianggap sebagai solusi untuk mengatasi kekososngan hukum dengan diberikannya hak bagi pelaku perkawinan beda agama untuk mencatatkan
perkawinannya melalui penetapan pengadilan. (2) Adapun keabsahan perkawinan beda agama tetap dikembalikan kepada hukum agamanya masing-masing, sedangkan berkaitan dengan hubungan keperdataan yang timbul dari perkawinan, apabila perkawinan tersebut telah mendapat pengakuan secara hukum, maka semuanya dianggap sah dan dilindungi oleh hukum.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwasanya; polemik dan kontroversi perkawinan beda agama di Indonesia hingga saat ini disebabkan masih adanya ketidakpastian hukum yang mengaturnya. Melalui penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan terkait perkawinan beda agama, maka kepastian hukum dan terciptanya keadilan dalam masyarakat dapat terwujud.
ENGLISH:
This research is motivated by Law No. 1 of 1974 on Marriage does not explicitly regulate interfaith marriage, thus resulting in the existence of a legal vacuum. As a solution to fill the legal vacuum, government accommodate interfaith marriage through Law No. 23 of 2006 on Population Administration. It opens up the possibility of recognition of interfaith marriage legally. But the new rules on interfaith marriage that had the same level position in law resulted in a conflict of norms.
The purpose of this research is, First analyze the legality of interfaith marriage under the Law No. 1 of 1974 and Law No. 23 of 2006. The second describes the legal consequences arising from the interfaith marriage.
This research uses normative legal research , by using statute approach and case approach. It aims to learn more associated with setting up interfaith marriage in Law No. 1 of 1974 and Law No. 23 of 2006 , as well as analyzing some cases of interfaith marriage that has taken place.
In this research, there is some of the findings , among others; (1) Section 35 paragraph (a) of the Population Administration law related to the interfaith marriage are specific rules that override more general rules , instead of deleting the old provisions, so that Law No. 1 of 1974 about marriage is still valid in the system of national legislation in the field of marriage. Rules on interfaith marriage is considered as a solution to overcome the legal vacuum with the granting to the perpetrator interfaith marriage to validate his marriage through a court warrant. (2) The validity of interfaith marriage remains returned to their religious law, whereas civil relations arising from the marriage, if the marriage has received legal recognition , then everything is considered legitimate and protected by law.
Based on the research results , we can conclude that ; polemics and controversies interfaith marriage in Indonesia until now due to the persistence of the legal uncertainty that govern. Through improvements to the legislation related to interfaith marriage , then the legal certaintyand the creation of justice in society can be realized.
Item Type: | Thesis (Masters) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Supriyadi, Supriyadi and Suwandi, Suwandi | |||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Keywords: | Legalitas; perkawinan beda agama; undang-undang perkawinan; undang- undang administrasi kependudukan; Legality; Interfaith Marriage; marriage law; Population Administration law | |||||||||
Departement: | Sekolah Pascasarjana > Program Studi Magister al-Ahwal al-Syakhshiyyah | |||||||||
Depositing User: | Imam Rohmanu | |||||||||
Date Deposited: | 27 Jun 2016 12:11 | |||||||||
Last Modified: | 27 Jun 2016 12:11 | |||||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/3203 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |