Najwa, Alifatun (2021) Pandangan Hakim Pengadilan Agama Banyumas terhadap dispensasi perkawinan bagi calon istri yang hamil di luar nikah ditinjau dari Madzhab Syafii. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
17210098.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (2MB) | Preview |
Abstract
INDONESIA:
Bertambahnya permohonan dispensasi perkawinan setelah berlakunya UU Nomor 16 Tahun 2019 terjadi hampir di seluruh Pengadilan Agama, salah satunya di Pengadilan Agama Banyumas. Faktor utamanya karena kondisi calon istri yang terlanjur hamil padahal usianya masih di bawah 19 tahun. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan membahas bagaimana pandangan hakim Pengadilan Agama Banyumas terhadap dispensasi perkawinan bagi calon istri yang hamil di luar nikah dan bagaimana pandangan hakim Pengadilan Agama Banyumas terhadap dispensasi perkawinan bagi calon istri yang hamil di luar nikah apabila ditinjau dari Madzhab Syâfi‘i.
Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Memperoleh data dengan mewawancarai tiga hakim di Pengadilan Agama Banyumas, jurnal-jurnal, buku, dan Kitab Fiqih Madzhab Syâfi‘i. Data-data yang diperoleh akan diuraikan dalam bentuk kalimat.
Hasil dari penelitian ini adalah 1) Ketiga hakim Pengadilan Agama Banyumas berpendapat bahwa pernikahan merupakan jalan terbaik untuk melindungi semua pihak. Pendapat tersebut berpedoman pada kaidah “Dar’ul Mafasid Muqaddim ‘Ala Jalbil Mashalih”. Apabila wanita yang hamil di luar pernikahan tidak segera dinikahkan, dikhawatirkan akan terjadi pelanggaran norma-norma yang lebih jauh. Terdapat perbedaan pendapat diantara hakim terkait cara pemeriksaan permohonan dispensasi perkawinan bagi calon istri yang hamil di luar nikah. Dua hakim memeriksanya dengan singkat apabila kedua belah pihak tidak membantah hal-hal yang dicantumkan dalam surat permohonan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa calon suami tersebut merupakan laki-laki yang menghamilinya. Sedangkan satu hakim lainnya memeriksanya dengan detail dengan mempertanyakan kembali kepada para pihak hal-hal yang tercantum dalam surat permohonan. Menurut beliau, hakim harus benar-benar memastikan bahwa calon suami tersebut merupakan laki-laki yang menghamilinya. 2) Mayoritas Ulama Syâfi‘iyyah memperbolehkan seorang laki-laki menikahi wanita yang dizinainya, baik dalam kondisi hamil ataupun tidak. Karena berpatokan pada kaidah “لايحرّم الحرام الحلال” dan kehamilan hasil dari zina dianggap seperti tidak ada “wujuduhu ka’adamihi”. Oleh karena itu, pendapat hakim yang selalu mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan dengan calon istri yang hamil di luar nikah tidak bertentangan dengan hukum di Madzhab Syâfi‘i.
ENGLISH:
The increase in submissons for marriage dispensation after the enactment of Law UU No. 16 of 2019 occurred in almost all Religious Courts, one of which is in Banyumas Religious Court. The main factor is the condition of the prospective wife who is already pregnant even though she is still under 19 years old. Therefore, this study will discuss how the views of the Banyumas Religious Court judges on marriage dispensation for prospective wives who are pregnant out of wedlock viewed from Syâfi‘i Madzhab.
This type of research is empirical research with a qualitative descriptive approach.
Obtaining data from interviewing three judges at the Banyumas Religious Court, journals, books, and the Syâfi‘i Madzhab Fiqh Book. The data will be explained by sentences.
The result of the study was 1) the three judges at banyumas's religious court believed that marriage was the best way to protect all parties. This opinion is based on the rule “Dar’ul Mafasid Muqaddim ‘Ala Jalbil Mashalih”. If woman who are pregnant out of wedlock aren’t immediately be married off, there will be fear of further violations of norms. There was a difference of opinion among the judges regarding the examination method of application of marriage dispensation for prospective wives who are pregnant out of wedlock. Two judges examine it briefly when both sides do not dispute the issues presented in the petition. This indicates that the groom was the man who impregnated her. Meanwhile, another judge examined it in detail by questioning back to the parties of the matters listed in the petition. He believed the judge should make sure that the groom was the man who got her pregnant. 2) The majority of Syâfi‘iyyah allow a man to marry a woman who adultery with him, whether pregnant or not. Because based on the rule of "لايحرّم الحرام الحلال" and the pregnancy results from adultery are considered as nothing "wujuduhu ka'adamihi". Therefore, the opinion of the judge who had always granted a submissions for marriage dispensation for prospective wives who are pregnant out of wedlock was not against the law at Syâfi‘i Madzhab.
ARABIC:
تزايد طلب الرخصة للنكاح بعد إجراء القانون رقم ستة عشر سنة ألفين وتسعة عشر في كل المحاكم للشؤون الدينية ومنها محكمة للشؤون الدينية ببايوماس, من العوامل لتزايد طلب رخصة النكاح قضية المرأة الحامل خارج النكاح وسنها أقل من تسعة عشر سنة، ولأجل ذلك جرى هذا البحث في نظرية الحاكم في المحكمة للشؤون الدينية ببايوماس كيف ينظر الحاكم في رخصة نكاح الحامل عموما وكيف ينظر في تلك الرخصة باعتبار المذهب الشافعية خاصة
طريق البحث تجريبي بأساس الوصفي والكمي وتحصل معلومات من مقابلة ثلاثة الحكام في المحكمة للشؤون الدينية ببايوماس و بعض المجلات، والكتب من المذهب الشافعية خاصة . ثم المعلومات المحصولة تكتب في هذا البحث لفظيا لا رقميا
والحاصل لهذا البحث اثنان. ١) اتفق ثلاث الحكام في المحكمة للشؤون الدينية ببايوماس على أن تنكيح المرأة الحاملة خارج النكاح أجود وأحسن الفعلة لحفظ مصالح الكل، لأنهم اعتمدوا على القاعدة درء المفاسد مقدم على جلب المصالح،خوفا لولا تنكح المرأة الحامل خارج النكاح سترتكب شيأ أخطر الذي لا يتصور مضرته. أما تطبيق الرخصة فهم اختلفوا، اثنان منهم نظرا أن الرخصة مبني على الوثائق التي قدمت إليهما، إذا صلحت قبلت الرخصة، أما الواحد منهم نظر إلى الوثائق والمقابلة احتياطا, إذا صلحت الوثائق والمقابلة قبلت الرخصة. ٢) جمهور أصحاب الشافعية كما نقلت من كتاب مجموع شرح المهذب اتفقوا جواز نكاح الرجل بامرأة التي زنى بها سواء كانت حاملا أو غير حامل وهذا القول مبني على القاعدة لا يحرم الحرام الحلال، فالزنى الذي حكمه الحرام لا يحرم النكاح لأن النكاح حلال ولا يحرمه الحرام مثل الزنى، أما الحامل الزانية فحملها لا يعتبر لأن حملها لا ينتسب إلى واحد إلا نفسها، فوجود الحمل يعتبر كعدمه وحينئذ أباح وأجاز الحاكم رخصة نكاح الحامل الزانية كما ذهب عليه جمهور أصحاب الشافعية.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Kadarisman, Ali | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | dispensasi perkawinan; kawin hamil; marriage dispensation; preganancy marriage; madzhab syâfi‘i | ||||||
Subjects: | 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1801 Law > 180113 Family Law | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Alifatun Najwa | ||||||
Date Deposited: | 02 Sep 2021 13:14 | ||||||
Last Modified: | 02 Sep 2021 13:14 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/30503 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |