Taqiuddin, Luthfi (2021) The husband's inability to provide a livelihood as an excuse for divorce: A comparative study of the Hanafi School and Syafi'i School. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
17210166_LuthfI Taqiuddin.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (1MB) | Preview |
Abstract
ABSTRACT
Marriage in Islam is a very strong bond or mitsaqan ghalizhan. As such a sacred and noble bond, husband and wife must take care for it. Something that God hates but is allowed to do is divorce. Among the reasons for divorce that are most found is due to the factor of livelihood. It does not rule out that many of the scholars have comparative legal conclusion, of course there are those who have different views on the issue of divorce due to livelihood. The Hanafi school and the Syafi’i school, as the main schools of thought in Islam, have different views on this matter.
The aims of this research is, first, to identify the concept of livelihood in the perspective of Hanafi School and Syafi’i School. Second, to identify the differences of the Hanafi School and Syafi’i School regarding the husband’s inability to provide livelihood as an excuse for divorce.
This research is a type of Library Research by examining and finding material in the form of books written by Imam Hanafi and Imam Syafi’i or tabi’in with Hanafi and Syafi’i as primary data. Also use books, journals, papers, and other references. The research approach uses a comparative approach.
The results of this study include: Madzhab Hanafi argued, the husband is obliged to provide sufficient levels of the wife’s needs in accordance with the prevailing tradition and this varies along with differences in place, period, and condition. There is no stipulation on the amount of livelihood that a husband must give to his wife because it is not explained in the syari’ah. Furthermore, wives are advised to wait patiently when the husband is unable to provide a livelihood and it is not justified to ask for a divorce because the husband who does not find a way of business that can produce income cannot be burdened in terms of livelihood. Meanwhile, the Syafi’i school has a different view. The Syafi’i school determines the amount of livelihood that a husband must give to his wife, for the rich with two mudd, for those who are middle or intermediate one and a half mudd, and for those who are faqir one mudd. Religion provides provisions for the amount of daily livelihood for the wife, so when the husband does not provide for the wife, then the wife is allowed to sue for divorce from her husband on the grounds that the husband never provides a livelihood.
ABSTRAK
Perkawinan dalam Islam adalah ikatan yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan. Sebagai ikatan yang demikian suci dan mulia, semestinya harus dijaga dan dipelihara dengan sungguh-sungguh oleh suami dan istri. Sesuatu yang sangat dibenci oleh Allah tetapi boleh dilakukan adalah perceraian. Diantara alasan perceraian yang banyak ditemukan adalah karena faktor nafkah. Tentunya diantara banyak ulama ada yang memiliki pandangan yang berbeda mengenai masalah perceraian yang disebabkan nafkah. Madzhab Hanafi dan madzhab Syafi’i, sebagai madzhab utama dalam Islam tentunya memiliki pandangan yang berbeda terkait hal ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah, yang pertama, untuk mengidentifikasi konsep nafkah berdasarkan Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi’i. kemudian yang kedua adalah untuk mengidentifikasi perbedaan pendapat terkait ketidakmampuan suami memberi nafkah lahir kepada istri sebagai alasan gugat cerai perspektif Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi’i.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research) dengan cara menelaah dan menemukan bahan berupa buku-buku dan kitab-kitab karangan Imam Hanafi dan Imam Syafi’i atau tabi’in yang bermadzhab Hanafi dan Syafi’i sebagai data primer. Juga menggunakan buku, jurnal, karya tulis, dan referensi lainnya. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan komparasi.
Hasil dari penelitian ini diantaranya: Madzhab Hanafi berpendapat, suami wajib memberikan kadar yang mencukupi kebutuhan istri sesuai dengan yang berlaku dalam tradisi dan hal tersebut berbeda-beda seiring dengan perbedaan tempat, masa, dan kondisi. Tidak ada ketentuan besaran nafkah yang harus diberikan suami kepada istri karena dalam syari’at tidak dijelaskan. Selanjutnya istri dianjurkan untuk bersabar menunggu manakala suami tidak mampu memberikan nafkah dan tidak dibenarkan untuk meminta cerai karena suami yang tidak menemukan jalan usaha yang dapat menghasilkan tidak dapat diberatkan dalam hal nafkah. Sedangkan Madzhab Syafi’i memiliki pandangan yang berbeda. Madzhab Syafi’i menentukan besaran nafkah yang harus diberikan suami kepada istri yaitu, atas orang kaya dua mudd, atas orang yang sedang atau menengah satu setengah mudd, dan atas orang yang faqir satu mudd. Agama memberikan ketentuan besaran nafkah setiap hari untuk istri, maka ketika suami tidak memberikan nafkah kepada istri, selanjutnya istri diperbolehkan mengajukan cerai kepada suaminya dengan alasan suami tidak pernah memberikan nafkah.
مستخلص البحث
الزواج في الإسلام هو رباط قوي جدا أو ميثاقا غليظا. على هذا النحو، يجب على الزوج والزوجة الاعتناء والعناية به. أما الشيء الذي يكرهه الله ولكن يجوز عمله هو الطلاق. من بين أسباب الطلاق غالبا ما تكون بسبب النفقة. ولا يستبعد أن يكون لدى كثير من العلماء استنتاج شرعي واحد فقط، هناك من تختلف وجهات نظرهم في مسألة الطلاق بسبب النفقة. مذهب الحنفي ومذهب الشافعي، كمذاهب الفكرية الرئيسية في الإسلام ، لهما وجهان مختلفان على هذا الموضوع.
الغرض من هذه الدراسة هو: أولاً، التعرف على مفهوم النفقة من نظر المذهب الحنفي والشافعي. والثاني، هو تحديد الاختلافات في الرأي على عدم قدرة الزوج على النفقة لزوجته سببا للطلاق من منظور المذهب الحنفي والشافعي.
هذا البحث من نوع البحوث المكتبية بخلال فحص وإيجاد مواد في شكل كتب للإمام حنفي والإمام الشافعي أو تابعين من مذهب الحنفي والشافعي مع بيانات أولية. استخدم أيضًا الكتب والمجلات والأوراق والمراجع الأخرى. نهجُ البحث يُستخدم نهج المقارن.
ومن نتائج هذه الدراسة هي: يرى مذهب الحنفي أن الزوج ملزم بتوفير كافية من احتياجات الزوجة وفقًا للتقاليد العادة وهذا يختلف باختلاف المكان والأوان والحالة. لا نص على مقدار النفقة الذي يجب على الزوج أن يعطيه لزوجته لأنه لا توجد في الشريعة. علاوة على ذلك، تنصح الزوجة بالانتظار بصبر عندما لا يتمكن الزوج من توفير نفقة العيش ولا تصح لطلب الطلاق لأن الزوج الذي لا يجد طريقة عمل ربحا لا يمكن تحميله أعباء من حيث النفقة. واختلف مذهب الشافعي في ذلك. تحدد الشافعية مقدار النفقة التى يجب على الزوج دفعه لزوجته، أي للأغنياء بمدّين ، ومن متوسط مد ونصف ، وللقير مد واحد. شرع الدين على مقدار المعيشة اليومية للزوجة، لذلك عندما لا يعول الزوج زوجته، فتسمح للزوجة بطلب الطلاق من زوجها على أساس أن الزوج لا يكسب نفقة العيش.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Sudirman, Sudirman | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Nafkah; Gugat Cerai; Madzhab Hanafi; Madzhab Syafi’i; Livelihood; Sue for Divorce; Hanafi School; Syafi’i School; النفقة، الطلاق، مذهب الحنفي، مذهب الشافعي | ||||||
Subjects: | 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1801 Law > 180128 Islamic Family Law > 18012807 Talaq & Khulu' (Divorce) | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | LUTHFI TAQIUDDIN | ||||||
Date Deposited: | 13 Jul 2021 13:09 | ||||||
Last Modified: | 13 Jul 2021 13:09 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/29213 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |