Lubabunnashir, Moh (2016) Tinjauan putusan Pengadilan Agama Blitar terhadap perkara asal usul anak: Studi putusan No 195/Pdt.P/2015 dan 196/Pdt.P/2015) kaitannya dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
11210082.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (1MB) | Preview |
Abstract
INDONESIA:
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 Ayat (1) dan (2) yaitu, Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tahun 2015 di Pengadilan Agama Blitar memiliki lima Permohonan Asal Usul Anak, dari perkawinan tersebut tidak dicatatkan secara sah di Lembaga Kantor Urusan Agama. Dari permohonan tersebut oleh majelis hakim tidak diterima padahal di Pengadilan Agama lainnya permohonan asal usul anak dapat diterima. Pada Tahun 2012 Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan Putusan 46/PUU-VIII/2010 bahwa “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. sehingga Putusan Mahkamah Konstitusi lebih bermaslahat bagi perlindungan anak.
Atas dasar bahan hukum di atas maka penulis merumuskan dua permasalahan yang perlu diteliti di dalam penelitian ini, yaitu pertama, bagaimana tinjauan yuridis hakim Pengadilan Agama Blitar terhadap perkara asal usul anak dan kedua, Mengapa terjadi perbedaan antara putusan hakim Pengadilan Agama Blitar dengan Putusan Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian normatif yang meneliti tentang perbandingan hukum. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan Kasus yang kemudian disimpulkan dengan metode analisis normatif.
Peneliti menyimpulkan bahwa permohonan para pemohon agar ditetapkan sebagai ayah biologis dari anak-anak tersebut tidak diterima, alasan yuridis majlis hakim permohonan asal usul anak bukan wewenang Pengadilan Agama dalam memutus perkara asal usul anak, kemudian Pertimbangan Putusan Pengadilan Agama lebih berpegang pada kemudhorotan dibelakangnya jika permohonan tersebut di kabulkan, Sedangkan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi lebih menitiberatkan pada pertimbangan konsekuensi status hukum yang dialami oleh anak. untuk menjamin adanya kemanfaatan hukum dan memberikan adanya kepastian hukum, harus juga diiringi dengan kesadaran masyarakat akan budaya hukum itu sendiri
ENGLISH:
The ordinance No. 1 Year 1974 about Marriage Article 2 Paragraph ( 1 ) and ( 2 ) namely, Marriage is legitimate if it is done according to the law of each religion and beliefs and every marriage is noted according to the regulations of law as applied. 2015 in the Court of Religious Affairs Blitar have five petitions regarding to Origin of the Child, from a marriage wasn't legally noted in the Office of Religious Affairs. From the petition by councilor was not accepted whereas in other religion Court petition about the origin of the child can be accepted. In 2012 Supreme the Constitution has issued verdict 46/PUU-VIII/2010 that “Child who was born in the outside of marriage just have a civil relationship with his mother and family from his mother as well as with man as her father that can be evidenced by the science and technology and / or a evidence of the other things according to the law have a blood relationship, including civil relationship with the family of his father. So verdict of Supreme Constitution more useful for the protection of children.
On the basis of legal in the former explanation thus author formulate two problems that need to be researched in this study, which is the first, how juridical judge the Court of Religious Affairs Blitar review against the case of the origin of the child and the second, Why happened the difference between judgement of Court Religious Affairs Blitar with judgement of the Constitution. This research are relatively include the study normative were researching about a law comparison. The approach used in this study is the legislation and case approach that then summed up with the normative analysis.
The researchers concluded that the petetition from the appelant regarding to set as the biological dad of child is not accepted, the juridical reason of judge petition the origin of the child is not the authority of the religion in deciding case of origin of the child, then Jugdement Consideration Court of Religious Affairs more hold on to bad effect in the end if the petition is granted, While judgement consideration Supreme of the Constitution more focus on considerating some consequences of the status of law experienced by the child. To ensure the law benefit and give the certainty of law, it should also accompanied by the people’s awareness about the law culture itself.
ARABIC:
التشريعات رقم 1 س 1974 م عن الزواج في فصل الثاني أية 1 و 2، وهو يصح. إن كان الزواج يُعمل على حكم دين الفرد وكل الزواج يُكتب بنظام الشريعة المنطبقة. المحكمة الدينية ببليتار لها خمس عريضات عن أصل الولد في سنة 2015 م، و هذا لا يُكتب صحيحا في إدارة الشؤون الديني. رفض فريق من القضاة هذه العريضة وعندما لايرفض هذه في المحكمة الأخرى. في سنة 2012 قد قرر محكمة الدستور قرار 46/
PUU-VIII/2010 أن "الولد الذي يُلد خارج الزواج له العلاقة المدنية مع أمه وأسرة أمه والرجل كأبيه الذي يثبت بعلم الحياة والتكنولجيا والبيانات الأخرى من جهة النسب فحسب، وكذلك العلاقة المدنية مع أسرة أبيه. فلذلك قرار محكمة الدستور أصلح لحماية الولد.
الباحث يحدد مشكلتين أو مسألتين في هذا البحث وهما الأول كيف مراجعة الشريعة لقضاة محكمة الدينية ببليتار عن دعوى قضائية أصل الولد؟ والثاني لماذا يقع الفرق بين قرار القضاة في المحكمة الدينية ببليتار وقرار محكمة الدستور. هذا البحث يتضمن على بحث المعاري الذي يبحث عن مقارنة الحكم. ومنهج هذا البحث يستخدم نهج الشريعات والحالة الحكم ثم يخلصهما بتحليل المعاري.
والباحث يخلص أن العريضات رُفضت بسبب السلطة والمضارات. وأما اعتبار قرار محكمة الدستور هو بسبب الوضع الحكم للولد. وفائد هذه الحالة ولوجود إقامة الحكم لازم لكل شخص واعيا بالحكم.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Roibin, Roibin | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Putusan Pengadilan Agama; Asal Usul Anak; Putusan Mahkamah Konstitusi; Religious Court Decision; The Origin Of The Child; Court Constitutional | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Indar Erdiana | ||||||
Date Deposited: | 24 Jun 2016 09:40 | ||||||
Last Modified: | 24 Jun 2016 09:40 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/2769 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |