Achsin, M. (2019) Sanksi uang pengganti tindak pidana korupsi berbasis hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dalam perspektif Maqoshid Syariah. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
16750002.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (2MB) | Preview |
Abstract
مستخلص البحث
في هذا الوقت ، يتم توجيه اتجاه السياسة الجنائية للفساد التي يقوم بها موظفو إنفاذ القانون (APH) بشكل أكبر لمتابعة المشتبه فيه ، وليس متابعة الأموال واتباع المستند. هذا ، وفقا للباحث ، لم يوفر تأثير رادع كبير للحد من جرائم الفساد. قد تكون العقوبة الثقيلة في شكل إفقار أو رد أموال من الفساد للمفسدين هي سياسة جنائية بديلة لمعالجة الفساد. فيما يتعلق بالفساد الجنائي ، لدى الإسلام بالفعل نظامان قانونيان هما الحد وتعزير ، والحدود عمل إجرامي مكتوب صراحة في القرآن والحديث. في حين أن التيسير عمل إجرامي بخلاف الحد ذاته حيث يتم التعامل مع القضايا القانونية مباشرة من قبل الحكومة المحلية بما في ذلك في هذه الحالة عمل فساد إجرامي من خلال التمسك دائمًا على مقاصد الشريعة كهدف من أحكام القانون
في هذا البحث ، يقدم الباحث عددًا من صيغ المشكلات ، من بينها ، كيفية صياغة القواعد ومقدار الأموال التي يتم استبدالها بالفساد. كيفية مراجعة حساب الخسائر المالية الدولية التي هي حقيقية ومحددة من حيث العدد وكيف يتم استخدام نتائج عمليات التدقيق الاستقصائية لخسائر الدولة كأساس لتمديدات الأموال لتحل محل الفساد في منظور مقاصد الشريعة التي تحتوي على تأثير رادع. الغرض من هذه الدراسة هو (1) لفهم المعيارية للأموال البديلة في إصدار حكم الفساد في إندونيسيا ، (2) لفهم التدقيق في حساب الخسائر المالية الدولية مع معايير حقيقية ونهائية ، (3) للبحث والعثور السياسة الشكلية لمعايير تمديد الأموال لبدائل جرائم الفساد في إطار مقاصد الشريعة
نوع البحث الذي سيتم استخدامه هو البحث القانوني - المعياري - التجريبي - النوعي ، أي الحدث القانوني الذي قررته المحكمة سوف يدرس بعمق ، ويرتبط بالمعايير الحالية ثم يرتبط بمقاصد الشريعة ثم يختتم.
ABSTRACT
At present the direction of the corruption criminal policy carried out by Law Enforcement Officials (APH) is more directed to follow the suspect, not to follow the money and follow the document. This, according to the researchers, did not provide a significant deterrent effect to reduce corruption crime. The maximum punishment in the form of extension or return of money from corruption for corruptors may be an alternative formulation criminal policy to tackle corruption. In relation to criminal corruption, Islam already has two legal systems namely hudud and takzir, hudud is a criminal act which is explicitly written in the Qur'an and Hadith. Whereas ta'zir is a criminal act other than hudud itself where legal cases are directly handled by the local government including in this case it is a criminal act of corruption by always holding to the corridor of maqoshid syariah as an objective of the stipulation of a law
In this research, the researcher offers a number of problem formulas, among them, how is the norm formulation and the amount of substitute money in a criminal act of corruption. How to audit the calculation of state financial losses that are real and definite in number and how the results of investigative audit of state losses are utilized as a basis for money extensions to substitute corruption in a maqoshid syariah perspective that contains a deterrent effect. The purpose of this study is (1) To understand the normativity of substitute money in the rendering of the verdict of corruption in Indonesia, (2) To understand the audit in calculating the financial losses of the state with real and definite criteria, (3) To search and find the formulation policy of norms of money extension substitutes for corruption crimes within the sharia maqoshid frame.
The type of research that will be used is Juridical-normative-empirical-qualitative research, namely a legal event that has been decided by the court will be studied in depth, linked to existing norms then linked to the maqoshid syariah and then concluded. The data collection method uses the documentation method. While data analysis is directed at how to uncover (to explore) and explain (to explain) and understand (to understand) the various incidences of handling Corruption Crimes by APH.
The results of this study are (1) Eradication of Corruption Crimes has been regulated in Law Number 31 Year 1999 updated with Law Number 20 Year 2001 article 18 letter (b) regulating payment of compensation in the amount as much as the assets obtained from Corruption (2) As the case discussed by researchers in the Iron Sand Mining Activity by PT. Indo Modern Mining Prosperous (PT. IMMS) in Lumajang Regency, the value of assets that should not be separated from state power is 86,988,074,040.45 and Obligations to the state that have been paid amounted to 4,547,589,592.00, then the total loss of the State is Rp.79,829,405,622.45 (3) The status of criminal corruption as part of takzir law then the local government has prerogrative rights to decide the legal amount. Related to the formulatin amount of an expansion the money for perpetrators of corruption in the perspective of maqashid syariah, there are no binding provisions in this regard. As long as the objectives of the shari'a maqashid can be achieved and have a deterrent effect on corruptors, severe penalties in the formulation of extending money sanctions to corruptors must be realized in order to uphold the values of benefit.
ABSTRAK
Saat ini arah kebijakan tindak pidana korupsi yang dilakukan Aparat Penegak Hukum (APH) lebih mengarah pada follow the suspect bukan pada follow the money serta follow the document. Hal ini menurut peneliti tidak memberikan efek jera yang signifikan untuk mengurangi kejahatan korupsi. Hukuman seberat-beratnya berupa pemiskinan atau pengembalian uang hasil korupsi bagi koruptor bisa jadi merupakan salah satu alternatif kebijakan formulatif kriminal untuk menanggulangi tindak pidana korupsi. Kaitanya dengan pidana korupsi, Islam telah memiliki dua sistem hukum yaitu hudud dan takzir, hudud adalah tindak pidana yang secara lugas tertulis didalam Alqur’an dan Hadis. Sedangkan ta’zir adalah tindak pidana selain dari pada hudud itu sendiri dimana kasus hukum secara langsung ditangani oleh pemerintah setempat termasuk dalam hal ini adalah tindak pidana korupsi dengan selalu berpegang terhadap koridor maqashid syariah sebagai tujuan dari ditetapkanya suatu hukum.
Dalam riset ini, peneliti menawarkan beberapa rumusan masalah daiantaranya adalah, Bagaimana norma formulasi dan besaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. Bagaimana cara audit perhitungan kerugian keuangan negara yang nyata dan pasti jumlahnya dan Bagaimana hasil audit investigatif atas kerugian negara didayagunakan sebagai landasan ekstensi uang pengganti tindak pidana korupsi dalam perspektif maqoshid syariah yang mengandung efek jera. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk memahami normatifitas uang pengganti dalam penjatuhan putusan (vonis) pengadilan tindak pidana korupsi di Indonesia, (2) Untuk memahami audit dalam menghitung kerugian keuangan negara yang berkriteria nyata dan pasti jumlahnya, (3)Untuk mencari dan menemukan kebijakan formulatif norma ekstensi uang pengganti kejahatan korupsi dalam bingkai maqoshid syariah
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian Juridis-normatif-empirik-kualitatif yakni suatu peristiwa hukum yang telah diputus pengadilan akan dikaji secara mendalam, dikaitkan dengan norma yang ada lalu dikaitkan dengan maqoshid al-syariah dan kemudian disimpulkan. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi. Sedangkan analisis data diarahkan pada bagaimana mengungkap (to explore) dan menjelaskan (to explain) serta memahami (to understand) atas berbagai peristiwa penanganan Tindak Pidana Korupsi oleh APH.
Hasil penelitian ini adalah (1) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan Nomor UU 20 Tahun 2001 pasal 18 huruf (b) mengatur tentang pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi (2) Sebagaimana kasus yang di bahas oleh peneliti dalam Kegiatan Penambangan Pasir Besi oleh PT.Indo Modern Mining Sejahtera (PT.IMMS) di kabupaten Lumajang, Nilai aset yang seharusnya tidak terlepas dari kekuasaan negara sebesar 86.988.074.040,45 dan Kewajiban kepada negara yang telah dibayar sebesar 4.547.589.592,00, maka jumlah kerugian Negara adalah Rp.79.829.405.622,45 (3) Status pidana korupsi sebagai bagaian dari hukum ta’zir maka pemerintah setempat memiliki hak perogratif untuk memutuskan besaran hukumanya. Terkait dengan besaran denda berupa perluasan uang bagi pelaku korupsi perspektif maqashid syari’ah, tidak ada ketentuan yang mengikat dalam hal ini. Selama tujuan dari maqashid syari’ah tersebut bisa tercapai dan menimbulkan efek jera kepada koruptor, maka hukuman berat berupa perluasan sanksi uang kepada pelaku korupsi harus di realisasikan demi menjujung tinggi nilai-nilai kemaslahatan.
Item Type: | Thesis (Masters) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Djakfar, Muhammad and Djalaluddin, Ahmad | |||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Keywords: | الفساد; المالية الدولية; مقاصد الشّريعة; Corruption; State Financial; Maqoshid Syariah; Korupsi; Keuangan Negara; Maqashid Syari’ah | |||||||||
Departement: | Sekolah Pascasarjana > Program Studi Magister Ilmu Agama Islam | |||||||||
Depositing User: | Mohammad Syahriel Ar | |||||||||
Date Deposited: | 15 Jul 2020 09:23 | |||||||||
Last Modified: | 15 Jul 2020 09:23 | |||||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/19815 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |