Putri, Ulfa Islamiyah Nuryatsar (2019) Tradisi perkawinan Sembambangan dalam perspektif teori konstruksi sosial: Studi di Kelurahan Kahuripan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text
15210076.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (3MB) | Preview |
Abstract
INDONESIA:
Masyarakat di Kelurahan Kahuripan dalam proses perkawinan masih cenderung mengunakan tradisi-tradisi yang ada di daerahnya. Salah satunya yaitu tradisi sembambangan yakni sebuah proses perkawinan dimana seorang mekhanai membawa lari muli, hal tersebut disebabkan oleh sepasang pemuda pemudi yang tidak mendapatkan restu untuk menikah karena orang tua gadis melihat status ekonomi bujang ataupun orang tua gadis memberikan persyaratan mahar yang tinggi. Maka tradisi sembambangan ini dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai keharusan yang harus dilakukan oleh bujang sebagai akibat perkawinan menggunakan cara melamar atau juga untuk menghindari diri dari rintangan yang diberikan oleh orang tua gadis. Keyakinan dan kepercayaan masyarakat Kahuripan yang masih cenderung melakukan sembambangan di era zaman yang modern. Hal ini yang menjadikan penulis tertarik untuk menelaah lebih dalam tradisi sembambangan tersebut.
Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif, jenis penelitian yang di gunakan adalah sosiologis empris, data yang diperoleh melalui proses penggalian data dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan tahapan editing, klasifikasi, verifikasi, analisis data dan kesimpulan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tradisi sembambangan murni merupakan hasil kontruksi manusia itu sendiri. Dan di dalam penelitian ini menggunakan 3 tahapan teori konstruksi sosial dalam meneliti masyarakat Kahuripan dalam menerapkan tradisi sembambangan diantaranya, pertama, eksternalisasi yakni masyarakat melakukan penyesuain diri dengan tradisi yang telah menjadi warisan nenek moyang dan tradisi ini memiliki basis historis. Kedua, objektivasi yaitu masyarakat Kahuripan menyadari bahwa tradisi sembambangan adalah warisan dari nenek moyang yang harus dipertahankan dan dilestarikan. Hal tersebut diwujudkan dengan cara melalui penyampaian secara berulan-ulang dan diterapkan kepada anak keturunannya. Ketiga, internalisasi yaitu tahapan dimana masyarakat memahami makna sembambangan dengan alasan yakni dapat menjaga kerukunan sesama masyarakat dan menjaga keharmonisan anatara anak dan orang tua. Kemudian tradisi sembambangan dilihat dari perspektif ushul fiqih, jika dilihat dari saddu dzariah dan maqosid syariah bahwa sembambangan merupakan salah satu cara agar masyarakat tidak melakukan perbuatan yang bertentang oleh agama dan menjaga kehormonisan sesama umat muslim dan keluarga.
ENGLISH:
The residents of Kahuripan Village incline to retain the hymeneal customs of their region. On of them is sembambangan custom, a marriage process where a mekhanai elopes with a muli instigated by the inability to acquire the blessing to marry due to the parents of muli considering the economic status of mekhanai unfit or setting too high requirements for the dowry. Sembambangan is chosen to avoid all necessities normally should be fulfilled by mekhanai as the consequence of asking the hand for marriage through traditionally approved way or to evade the hurdles given by the parents of muli. The belief and faith of people reside in Kahuripan who still retain the tendency to do sembambangan in this modern era which is not often exercised anymore is what drew the author to further study sembambangan custom.
This research is classified as qualitative research and the type of research implemented was sociological empiric, the data were acquired through data extraction process by conducting interview, observation and documentation. The obtained data were analysed using steps of editing, classification, verification, data analysis and conclusion.
Based on the results of the research, it can be concluded that sembambangan custom was purely constructed by the people. The research employed 3 stages of social construction theory to observe the people of Kahuripan Village in implementing sembambangan custom. The first is externalization, where the people are adjusting to traditions inherited from the ancestor and these traditions have historic basis. The second is objectification, it is when the people of Kahuripan realise that sambambangan is the legacy of the ancestor which must be maintained and preserved. This is attained through repetitive verbal exposure and implemented from generation to generation. The third is internalization, where people perceive the meaning behind sembambangan is to preserve the harmony within society and keep the relationship between parents and children from going south. There is another side of sembambangan custom viewed from the perspective of ushul fiqh, if it were observed from the point of saddu dzariah and maqosid syariah, sembambangan is one of the methods that prevent the society off conducts contradicting with Islamic values and help maintaining the harmony within Moslem community and family.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Mufidah, Mufidah | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Sembambangan; Konstruksi Sosial; Ushul Fiqh; Social Construction | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Zulaikha Zulaikha | ||||||
Date Deposited: | 09 Jun 2020 08:54 | ||||||
Last Modified: | 09 Jun 2020 08:56 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/17648 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |