Musta’idah, Dewi Amrom (2019) Religious figure's opinion on debts in arisan under perspective sharia contract law: Study in Wage Taman Sidoarjo. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Fulltext)
15220090.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (3MB) | Preview |
Abstract
ENGLISH:
Debts is one kind of muamalah which means ta’awun or helping each other. Debts are known as qardh in fiqh muamalah, namely the activity of lending and borrowing goods or assets between the party providing the loan (muqridh) and the party given the loan (muqtaridh). As the case in Wage, Taman, Sidoarjo, there are debts in arisan. The implementation of arisan system tends to the savings system, because the arisan members save their money for 48 weeks and the money is distributed back when the distribution period has come. As long as the arisan money has not been distributed, the arisan owner may lend the money to the arisan members and non-arisan members.
In this research, there are two research problems, namely: 1) How is the practice of debts in arisan in Wage, Taman, Sidoarjo? 2) How is the perspective of sharia contract law on religious figures’ opinion about the practice of debts in arisan in Wage, Taman, Sidoarjo? This research is classified as empirical research (field research). This research uses sociological juridical approach. The method of determining the subject used is purposive sampling. Data collection method used is interview and documentation.
The results of this research indicate that the practice of debts in arisan that occurs in Wage, Taman, Sidarjo is carried out without the permission of the arisan members. Moreover, the owner of arisan as muqridh requires additional loan repayments. It makes the debts break the Islamic law. The practice of debts according to the perspective of religious figures is not allowed. The reason why religious figures do not allow the debts is caused by the additional required for repayment of the loan, while the other reason stated is that the owner lends the money without permission from the members of arisan at the beginning of the contract. According to sharia contract law on the opinions expressed by these religious leaders, the use of arisan money is permitted even though it is not mentioned in the contract because it belongs to wadi’ah yad dhammanah. Namely wadii’ can use the money deposited without prior agreement.
INDONESIA:
Utang piutang merupakan salah satu bentuk muamalah yang bersifat ta’awun atau tolong menolong. Utang piutang dikenal dengan sebutan qardh dalam fiqh muamalah, yaitu kegiatan pinjam meminjam barang atau harta antara pihak yang memberikan pinjaman (muqridh) dengan pihak yang diberi pinjaman (muqtaridh). Seperti halnya yang terjadi di Desa Wage, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, terdapat kegiatan utang piutang dalam arisan. Sistem arisan tersebut dalam pelaksanaannya lebih condong pada sistem tabungan, karena pihak anggota arisan menabung selama 48 minggu kemudian dibagikan kembali ketika telah jatuh masa pembagiannya. Selama uang arisan belum dibagikan, pemilik arisan menghutangkan uang tersebut kepada anggota arisan dan non anggota arisan.
Dalam penelitian ini, terdapat dua rumusan masalah yaitu: 1) Bagaimana praktik utang piutang dalam arisan di Desa Wage Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo? 2) Bagaimana perspektif hukum kontrak syariah terhadap pandangan tokoh agama tentang praktek utang piutang arisan di Desa Wage Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo? Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian empiris (field research). Jenis pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis sosiologis. Metode penentuan subyek yang digunakan adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dengan cara wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik utang piutang dalam arisan yang terjadi di Desa Wage, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidarjo dilakukan tanpa adanya izin dari anggota arisan dan pemilik arisan sebagai pihak muqridh mensyaratkan adanya tambahan dalam pengembalian pinjaman. Hal ini menjadikan utang piutang tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam. Hukum praktik hutang piutang ini menurut pandangan tokoh agama tidak diperbolehkan. Alasan tokoh agama tidak memperbolehkan utang piutang tersebut karena adanya tambahan yang disyaratkan dalam pengembalian pinjaman dan utang piutang tersebut menggunakan uang anggota tanpa adanya izin dari pihak anggota arisan pada saat awal akad. Menurut hukum kontrak syariah terhadap pandangan yang dikemukakan oleh tokoh agama tersebut, penggunaan uang arisan diperbolehkan meskipun tidak disebutkan dalam akad karena termasuk dalam wadi’ah yad dhammanah. Yaitu pihak wadii’ dapat menggunakan uang yang dititipkan tanpa kesepakatan terlebih dahulu.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Nasrulloh, Nasrulloh | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | religious figures’ opinion; debts; arisan; sharia contract law; pandangan tokoh agama; hutang piutang; hukum kontrak syariah | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan Hukum Bisnis Syariah | ||||||
Depositing User: | Anisa Putri | ||||||
Date Deposited: | 03 Feb 2020 15:55 | ||||||
Last Modified: | 20 Mar 2023 10:39 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/15986 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |