Rahman, Arifur (2011) Pesantren budaya sebagai pusat kegiatan pondok pesantren di Singosari: Tema akulturasi dekonstruksi. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
|
Text (Thesis Fulltext)
04560012_Skripsi.pdf Download (48MB) | Preview |
|
Text (Appendices)
04560012_Lampiran.pdf Restricted to Registered users only Download (9MB) | Request a copy |
Abstract
INDONESIA:
Pesantren memiliki karakteristik tersendiri yang khas yang hingga saat ini menunjukkan kemampuannya yang cemerlang melewati berbagai episode zaman dengan kemajemukan masalah yang dihadapinya. Bahkan dalam perjalanan sejarahnya, ia telah memberikan andil yang sangat besar dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan pencerahan terhadap masyarakat.
Salah satu hal yang membuat pesantren di Indonesia tetap bertahan adalah ia tetap mempertahankan budaya (budaya pesantren), kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah cultural-determinism.
Untuk tetap mempertahankan pondok pesantren yang ada di nusantara khususnya pada kawasan pondok pesantren di Singosari, baik sebagai lembaga pendidikan maupun lembaga sosial agar masih tetap survive hingga saat ini. Sangat diperlukan suatu wadah yang dapat menampung segala kegiatan-kegiatan keagamaan santri agar lembaga pondok pesantren dapat mengikuti perkembangan jaman (beradaptasi terhadap pengaruh modernisasi) dengan tetap mempertahankan budaya pesantren-nya masing-masing, dalam hal ini diperlukan Pesantren Budaya. Dimana pesantren sebagai wadah kegiatannya dan budaya sebagai aktivitas kegiatan santri yang diwadahi di dalamnya.
Sebagai wadah mengembangkan dan melestarikan budaya pondok pesantren khususnya kawasan pondok pesantren yang berada di Singosari, maka dalam Skripsi ini diarahkan pada perancangan Pesantren Budaya sebagai Pusat Kegiatan Pondok Pesantren di Singosari yang menekankan akulturasi budaya sekitar maupun budaya pondok pesantren (santri) dan kebutuhan lainnya, nantinya dapat menampung segala aktivitas semua kegiatan pondok pesantren yang berada di kawasan Singosari.
Dari perkembangan dan perubahan yang dialami oleh pesantrren harus tetap menjaga dan mempertahankan jati dirinya. Hal itu tercermin di dalam ungkapan masyarakat pesantren “almuhaafadha’alal qodiemi ash-shooli ma’al akhdzi bi al jadiediel ashlah”, memelihara tradisi lama yang baik dengan mengambil tradisi baru yang lebih baik. Kata ini yang dijadikan landasan dalam tema akulturasi dekonstruktif.
Akulturasi dekontruktif merupakan suatu proses sosial yang timbul pada suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri disebabkan adanya suatu metode pembongkaran (dekonstruktif) pada tahapan-tahapan dalam proses perkembangan kebudayaan setempat.
Dalam perancangan Pesantren Budaya sebagai Pusat Kegiatan Pondok Pesantren di Singosari yaitu akulturasi yang memunculkan bentuk-bentuk ruang dan tampilan masa lalu. Dekonstruktif yang memunculkan bentuk-bentuk ruang dan tampilan kekinian/kontemporer. Bentuk yang diambil dari candi ini merupakan bentuk geometri seperti bentuk susunan batu candi (persegi panjang dan segi empat), bentuk dasar candi (segi enam), bentuk atap candi secara keseluruhan menyerupai bentuk segitiga, serta beberapa bentuk dasar yang menjadi satu kesatuan membentuk candi tersebut.
ENGLISH:
School have its own unique characteristics, which until now showed brilliant ability through various episodes of the time with diversity issues it faces. Even in the course of history, he has contributed a very large in the minds of the people participate and give enlightenment to the community.
One of the things that make boarding schools in Indonesia still survive is he still maintaining cultural (Islamic culture), culture is closely connected to the community. everything contained in this society is determined by culture which is owned by society itself. The term for that opinion is the cultural-determinism.
To retain boarding school in the country especially in the area boarding school in Singosari, both as an institution for education and social institutions still survive today. Very needed a container that can accommodate all religious activities students for boarding institutions to follow the development of time (to adapt to the effects of modernization) while maintaining its Islamic culture respectively, in this case required Pesantren Culture. Where is the boarding school as a venue and cultural activities as the activities of students are accommodated in it.
As the container to develop and preserve culture boarding school boarding school in particular areas that are in Singosari, then the thesis is aimed at designing School Culture as an Activity Center in Singosari Boarding Schools that emphasize cultural acculturation and culture around the boarding school (students) and other needs, will can accommodate all the activities of all activities of the boarding school located in the region Singosari.
From the developments and changes experienced by pesantren must keep and maintain their identity. This was reflected in the expression of Islamic society "almuhaafadha'alal qodiemi ash-shooli ma'al akhdzi bi al jadiediel ashlah", maintaining a long tradition of good by taking a new tradition better. This word is used as a basis for the theme of deconstructive acculturation.
Dekontructive Acculturation is a social process that arises in a group of people with a particular culture are confronted with elements of a foreign culture. Foreign culture was gradually accepted and processed into her own culture without causing a loss of cultural elements of the group itself caused by a demolition method (deconstructive) on the stages in the process of development of local culture.
In designing School Culture as an Activity Center for Islamic Boarding School in Singosari of acculturation that gives rise to other forms of space and view the past. Deconstructive that gave rise to other forms of space and appearance contemporary. The form taken from the temple is a geometric shape like a temple stone structure (rectangular and square), the basic shape of the temple (hexagon), forms the roof of the temple as a whole resembles a triangular shape, as well as some basic shapes into a single unit to form temples.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Wismantara, Pudji Pratitis and Gautama, Achmad Gat | |||||||||
Contributors: |
|
|||||||||
Keywords: | Pesantren; Budaya; Akulturasi; Dekonstruktif; Candi; Culture; Acculturation; Deconstructive; Temple; Singosari | |||||||||
Subjects: | 12 BUILT ENVIRONMENT AND DESIGN > 1201 Architecture > 120101 Architectural Design > 12010123 Deconstruction 12 BUILT ENVIRONMENT AND DESIGN > 1201 Architecture > 120109 Architecture of Building for Religious and Related Purposes > 12010999 Architecture of Building for Religious not elsewhere classified |
|||||||||
Departement: | Fakultas Sains dan Teknologi > Jurusan Teknik Arsitektur | |||||||||
Depositing User: | Dian Anesti | |||||||||
Date Deposited: | 17 Aug 2015 09:24 | |||||||||
Last Modified: | 17 Aug 2015 09:24 | |||||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/1529 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |