Syaifudin, Zainul Ula (2017) Adat larangan menikah di bulan Suro dalam perspektif Urf: Studi kasus Desa Wonorejo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Text (FullText)
11210119.pdf - Accepted Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives. Download (1MB) |
Abstract
INDONESIA:
Perkawinan menurut masyarakat Islam Jawa pada umumnya bukan saja berarti sebagai “perikatan perdata”, tetapi juga merupakan “perikatan adat” dan sekaligus merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Tentunya sudah tidak asing lagi bahwa masyarakat Jawa memiliki tradisi keyakinan terhadap waktu, hari, atau bulan tertentu yang kurang tepat untuk melakukan acara sakral seperti hajat pernikahan atau hajat sakral lainnya. Masyarakat adat Jawa meyakini adanya bulan atau hari pembawa naas dan sial, maka pantang untuk melakukan acara atau hajat besar pada waktu tersebut. Dalam penelitian ini, terdapat dua rumusan yaitu: 1) Bagaimana latar belakang historis filosofis tradisi larangan nikah di bulan Suro di Desa Wonorejo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang ? 2) Bagaimana pandangan tokoh masyarakat Desa Wonorejo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang terhadap tradisi larangan nikah di bulan Suro ?.
Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian empiris, atau bisa juga disebut sebagai penelitian lapangan (field research) yang meneliti tradisi larangan nikah di bulan Suro di Desa Wonorejo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Dalam penelitian ini, sumber data utama yang digunakan adalah informasi dari para narasumber (data primer), dilengkapi dengan sumber data sekunder dan tersier. Pengumpulan data ditempuh dengan tiga jalan yakni observasi, wawancara dan dokumentasi. Begitu halnya dengan tekhnik analisa data yang menggunakan beberapa tahap yaitu fenomenologis, historis serta editing, classifying, verifying dan analyzing.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan tradisi larangan nikah di bulan Suro masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Wonorejo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang karena dirasa memiliki makna filosofis yang mendalam. Hal ini disebabkan karena pada bulan tersebut terjadi peristiwa-peristiwa agung, salah satu peristiwa agung itu adalah peristiwa pembantaian terhadap 72 anak keturunan Nabi dan pengikutnya, sehingga menumbuhkan rasa haru dan menumbuhkan “Rasa tidak pantas diri” untuk menyelenggarakan pernikahan atau hajatan. Kemudian terdapat tiga tipologi dari pandangan tokoh masyarakat yaitu, 1) tidak membolehkan ketika tradisi tersebut diyakini, 2) membolehkan dengan alasan sosial namun tidak boleh diyakini diyakini, dan 3) Mengharuskan untuk melaksanakan tradisi tersebut, untuk menghindari musibah dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Ketika dikaitkan dengan hukum Islam yaitu dilihat dari kacamata urf menurut hukum asalnya itu boleh, namun menjadi haram ketika meyakini dapat menimbulkan sial atau naas dalam kehidupan berumah tangga.
ENGLISH:
Marriage according to the Javanese Muslim community in general does not necessarily mean "a civil liability", but also a "cultural alliance" and at the same time a kinship and affinity alliance. Surely it is no stranger that Javanese people have a tradition of belief in a certain time, day, or month that is less appropriate for performing sacred events such as wedding celebrations or other sacred affairs. Indigenous peoples believe in the existence of a hoodoo or unlucky day, so abstinence to perform events or great wishes at that time. In this study, there are two formulas that are: 1) How historically philosophical background of marriage prohibition in Suro month in Wonorejo Village Poncokusumo Subdistrict Malang? 2) What is the views of the Wonorejo Village community in Poncokusumo Subdistrict of Malang Regency on the tradition of prohibition of marriage in Suro?
This research belongs to the type of empirical research, or it can also be called field research that examines the traditions of prohibited marriage in the month of Suro in Wonorejo Village, Poncokusumo Subdistrict, Malang. In this study, the main source of data used is information from sources (primary data), supplemented with secondary and tertiary data sources. Data collection was done in three ways, namely observation, interview and documentation. So is the case with data analysis techniques that use several phases, namely phenomenology, history and editing, classifying, verifying and analyzing.
The result of this research shows that the implementation of the prohibited marriage tradition in Suro is still preserved by Wonorejo Village people in Poncokusumo Subdistrict Malang because it has a deep philosophical meaning. This is because in the event of such great events, one of the great events was the massacre of 72 children of the Prophet's descendants and his followers, so as to cultivate a sense of emotion and cultivate "Inappropriate sense of self" to organize a wedding or celebration. Then there are three typologies from the public figure: 1) not allowing when the tradition is believed, 2) allowing for social reasons but not to be believed, and 3) Require to carry out the tradition, to avoid calamity in living married life. When associated with Islamic law that is seen from the glasses of the urf according to the law of origin it is allowed, but it becomes haram when believing can cause hoodoo or ill-fated in married life.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: | Izzuddin, Ahmad | ||||||
Contributors: |
|
||||||
Keywords: | Tradisi; larangan nikah di bulan Suro; Urf; Tradition; prohibition of marriage in month of Suro | ||||||
Departement: | Fakultas Syariah > Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah | ||||||
Depositing User: | Zuhria Sulkha Amalia | ||||||
Date Deposited: | 23 May 2018 12:41 | ||||||
Last Modified: | 23 May 2018 12:41 | ||||||
URI: | http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/10902 |
Downloads
Downloads per month over past year
Actions (login required)
View Item |